Oleh : Hairul Anwar Al-Ja’fary
Adhyaksanews, Pangkalpinang–Selasa, 23/01/2024,
Adakalanya manusia harus bersifat seperti bintang, namun saya berharap pembaca jangan membaca artikel ini sepotong-sepotong, karena saya khawatir pembaca akan salah kaprah. Karena binatang yang saya maksud bukan sembarangan binatang, tetapi binatang yang sangat khusus, yaitu lebah. Binatang inilah yang memiliki sifat mutualisme (saling menguntungkan) terhadap makhluk hidup yang lain. Sejatinya, manusia kalau pola hidupnya seperti lebah, saya rasa aman, tentram dan indah sekali. Mengapa, karena lebah hidupnya berjama’ah, saling membantu satu-sama lain, tak terlepas dari garis komando ratunya dan banyak membawakan manfaat untuk manusia.
Bahkan, dalil yang mengkhususkan tentang kehidupan lebah ada diabadikan Tuhan dalam al-Qur’an, surat an-Nahl ayat 68-69, yaitu :
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.
Dalam Tafsiir menjelaskan bahwa wahyu disini adalah ilham, petunjuk, dan bimbingan bagi lebah, agar ia menjadikan gunung-gunung sebagai rumah yang menjadi tempat tinggal, dan pepohonan, serta tempat-tempat yang dibuat oleh manusia.
Terlepas dari itu, sarang lebah-pun sangat kuat dan sempurna berbentuk persegi enam bahkan kerapatannya tidak ada lubang. Oleh karena itu, Tuhan memberinya kemampuan untuk memakan berbagai jenis buah-buahan dan menempuh jalan yang dimudahkan baginya sesuai dengan kemauannya, baik di udara, darat, lembah, maupun di pegunungan, lalu ia kembali ke sarangnya tanpa tersesat.
Dalam hadis juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Nabi Muhammad Sallahu Alai Wassalam (SAW) bersabda bahwasanya “Manusia mukmin adalah laksana lebah madu”, artinya, jika dia makan hanya memakan makanan yang baik, jika mengeluarkan sesuatu adalah sesuatu yang baik pula dan bila hinggap di atas ranting pohon tidak mematahkannya dan merusaknya.
Artinya “Tidak merusak dimanapun hinggap dan tidak mengganggu kalau tidak diganggu”.
Definisinya, lebah tidak merusak tempat ia hinggap, dan bersarang meski didekat pepohonan warga sekitar. Bahkan membawa manfaat madunya akan diambil manusia kerena memiliki nutrisi yang bermanfaat untuk tubuh manusia, bahkan bila dijual nilai ekonomisnya lumayan tinggi. Namun perlu diingat, lebah jangan diganggu atau disakiti, karena bila diganggu, maka akan dikejar kemanapun engkau pergi dan lari tunggang-langgang, meskipun kita menceburkan diri dan masuk ke dalam air sungai-pun pastilah ditunggunya hingga sampai kita keluar. Perlu diingat, lebah akan menggunakan sengatnya jika ia terasa terancam, kalau manusia sudah terkena sengatannya maka kulit terasa sakit dan membengkak. Kendati, lebah memliki sifat “pasukan berani mati”, karena setelah menyerang lawan dengan sengatannya, Ia siap akan mati.
Meski demikian, hewan yang multi manfaat ini terkenal dengan air madunya, dari tubuhnya keluar berbagai macam obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit manusia. Oleh sebab itu, dari analisis ilmiah bahwa para ilmuan meneliti tentang karakteristik lebah, mulai dari sifatnya, kehidupannya, dan pekerjaannya. Ternyata semua menarik untuk dikaji, sehingga pada titik kesimpulan; semua sisi kehidupan hewan kecil berjenis serangga ini sangat bermanfaat.
Tidak sampai disitu, Tuhan membuat perut lebah memproduksi madu yang bersih, ada yang berwarna putih, kuning, dan merah, yang sedap dipandang mata dan enak diminum, juga menjadi obat bagi orang sakit. Dengan demikian, segala macam manfaat yang dihasilkan lebah ini, hendaknya memberi pelajaran kepada kita agar selalu memberi manfaat kepada orang lain, menghasilkan yang baik dan tidak melakukan kerusakan.
Jika manusia itu diibaratkan lebah, tentu sejatinya, manusia hidup di dunia ini seperti yang disebutkan dalam hadist : “sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.” (HR. Thabrani dan Daruquthni, dari sahabat Jabir bin Abdullah)
Lebih jauh lagi kita bahas tentang lebah, ternyata ia hanya hinggap ditempat-tempat pilihan. Sangat jauh berbeda dengan lalat meski satu spesies, karena lalat mudah ditemui di tempat-tempat sampah, kotoran, yang berbau busuk, sementara lebah tidak, ia hanya mendatangi bunga, buah-buahan dan tempat bersih yang mengandung bahan madu sebagai obat untuk manusia. Ia produktif dengan kebaikan, dan hasilnya dapat bermanfaat bagi mahluk lain.
Dari kesimpulan di atas, penulis dapat merangkumkan, ternyata hidup di dunia akan sia-sia bila tidak ada manfaat untuk orang lain. Karena amal merupakan bekal pada kematian. Diantaranya, adalah amal jahriah dan ilmu bermanfaat, artinya semua yang kita perbuat kebaikan untuk orang lain, apakah itu sadakoh jahriah, semisalnya, membangun sumur umum, jalan umum, tempat ibadah (musholah), pagar kubur dan lain-lain. Namun, kendati tak mampu dalam segi material bisa membantu dengan memberikan tenaga ataupun ilmu yang bermanfaat kepada orang, itu pun masuk dalam amal ibadah pada modal kematian nanti. Terlepas apakah amal itu dapat diterima Tuhan kepada kita, Wuallahualambissawab.