Adhyaksanews, Manado (10/1/2024)–Proyek nasional yang diselenggarakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Direktorat Jenderal Cipta Karya mengadakan Kegiatan Proyek “Pekerjaan Konstruksi Penataan Kawasan Malalayang dan Bunaken Tahap 2” sebesar Rp.107.757.990.000 (Seratus Tujuh Miliar Tujuh Ratus Lima Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Sembilan Puluh Ribu Rupiah). Pasalnya, Proyek besar tersebut dibangun belum mengantongi ijin AMDAL dari instansi terkait. Akibatnya, Aktivis Lingkungan Hidup dan Pengawas Dampingi Alam untuk Negeri tuai protes dan mempertanyakan status ijin Amdal.
Proyek yang dilaksanakan oleh PT. Wisana Matrakarya tersebut terkesan tak menggubris masalah yang terkait dengan perijinan dampak lingkungan atau Amdal. Parahnya lagi, dari pihak Perusahan tetap nekat melakukan pekerjaan di lokasi pinggiran Pantai Malalayang, tepatnya di sekitaran SPBU Malalayang. Sementara di wilayah pantai tersebut terdapat Manggrove yang menjadi tempat berlindungnya satwa laut dan terumbu karang.
Oleh sebab itu, Koordinator Aktivis Lingkungan Hidup dan Pengawas Dampingi Alam Untuk Negeri (DAUN) Irvan Mandang, kepada wartawan mengatakan, bahwa untuk aktivitas pembangunan berkelanjutan dipersilahkan, akan tetapi harus memalui prosedur yang ditetapkan pemerintah. “boleh-boleh saja selagi perusahan memiliki Ijin termasuk AMDAL, akan tetapi jika perusahan tidak memiliki ijin dan bila terjadi pengrusakan manggrove, itu bisa saja berhadapan dengan persoalan hukum. Karena itu diatur dalam undang undang”, jelas Irvan.
Irfan menambahkan, bahwa peraturan yang terkait tentang tata-ruang sekaligus pengelolaan pesisir pantai diatur dalam undang-undang. “Menyangkut undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang tata-ruangan, dan undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan pesisir pantai, jadi manfaat dari hutan manggrove bisa menahan abrasi pantai selain itu, banyak bergantung mahluk hidup ekosistem laut seperti kerang, ikan kecil, dan mahluk laut lainnya”, paparnya.
Oleh karenanya, menurut Aktivis Manado ini, jika terjadi pengrusakan manggrove, tentu akan berhadapan dengan undang-undang, sehingga harus ada konsekuensi hukum disitu. “Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2009 pasal 98, apabila melakukan pengrusakan manggrove tanpa ijin merupakan tindak pidana khusus, terkena pidana paling minimnya 3 tahun dan denda 5 miliar kemudian maksimalnya 10 tahun dan denda 10 miliar, tandas Irfan.
Sementara itu, Jerry Kairupan, selaku Humas yang mewakili Perusahan tersebut ketika dijambangi Adhyaksanews di lokasi proyek menuturkan, masalah Amdal sudah dibebaskan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Manado sembari Ia menolak untuk direkam oleh wartawan. “Untuk AMDAL sudah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Manado”, pungkasnya singkat.
(Db-Adhayaksanews)