Diduga, Pemkot “Serobot” Tanah Adat Milik Keluarga Pondaaga Rombang

Manado, adhyaksanews.online–Keluarga Pondaaga Rombang mempertanyakan Pemerintah Kota (Pemkot) Manado melakukan penyerobotan tanah adat miliknya. Pasalnya, tanah mereka dilakukan pemagaran oleh pihak Pemkot atas proyek Penataan Kawasan Malalayang tahap dua. Akibatnya, tanah selama ini yang mereka miliki diambil Pemerintah tanpa ada koordinasi dengannya.

Kendati, hukum tanah adat adalah hukum yang mengatur tentang hak atas tanah yang berlaku disetiap daerah. Seperti yang kita ketahui hukum tanah adat ini masih sering digunakan dalam transaksi jual beli tanah di Indonesia. Ironisnya, Pemkot Manado malah melakukan Proyek penataan kawasan Malalayang tahap dua, meski dikeluhkan sekelompok nelayan dan beberapa masyarakat karena digusurnya tambatan perahu dan tanah mereka.

Kepada wartawan Adhyaksa, Senin (15/01/2024) bertempat di lokasi tanah ahli waris dari keluarga Pondaaga-Rombang mengatakan, kalau tanah yang sudah dipagari dan digusur oleh Pemerintah Kota yang bakal dibuatkan proyek tersebut adalah tanah keluarga mereka. ‘Tanah itu adalah dari opa atau tete Karel Rombang”, Jelas Irianto salah satu ahli Keluarga Pondaaga Rombang.

Irianto menambahkan, bahwa tanah tersebut sudah ada sejak tahun 1920, tercatat dalam register buku “A” folio 94 perceel 387 yang ada di lembaga adat (ulayat), dimana setiap kali ada transaksi jual beli tanah selalu mengacu di register tersebut.

Oleh sebab itu, Keluarga Pondaaga Rombang merasa kecewa dan menilai Pemkot bersikap arogan karena tanpa ada pemberitahuan mereka melakukan pemagaran sepanjang  lokasi tanah milik Keluarga Pondaaga Rombang. ‘Keluarga sempat mengecek langsung ke kelurahan dan kecamatan dan menanyakan maksudnya apa dari pemagaran ini, namun jawaban mereka singkat bahwa mereka tidak tahu”, Jelas Irianto.

Meski tanah mereka sudah dilakukan pemagaran oleh Pemkot, namun pihak Keluarga Pondaaga tidak tinggal diam, secara spontanitas keluarga melayangkan surat yang menyatakan keberatan tentang penjelasan, mengapa Pemkot melakukan pemagaran. “Pertama kali tanggal 21 maret 2023 setelah tidak ada tanggapan kami layangkan surat kedua tanggal 18 april 2023, bahkan dari pihak keluarga telah beberapa kali ingin menemui Walikota, namun Walikota belum mempunyai waktu untuk bicarakan masalah tersebut”,ungkapnya.

Dijelaskan Irianto, bahwa yang melakukan pemagaran tersebut adalah kontraktor, namun atas perintah Walikota Manado. “Setahu mereka itu diperintahkan oleh Walikota manado, dan kalau di kelurahan kami sudah berikan surat tembusan, bahkan Camat sempat  berbicara langsung saat itu, Camat mengatakan kalau dia tidak tahu masalah ini, dan Camat katakan kalau dia hanya disuruh mengawasi dan koordinasi proses pemagaran”, Papar Irianto.

Irianto atas nama Keluarga Besar Pondaaga sebetulnya sangat mendukung program pemerintah, tetapi dengan cara perundingan yang baik sehingga ada rasa keadilan. “Bukan seperti ini, seolah-olah tanah ini tidak ada yang punya, kami berharap pemerintah kalau bisa kita duduk diskusi bersama, karena tanah ini dibeli oleh orang tua mereka pakai duit bukan daun, tandasnya.

Menurut penjelasannya, bahwa tanah adat adalah istilah yang dipakai untuk merujuk sebidang tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat dan telah dikuasai sejak dahulu kala. Di lingkungan hukum adat, urusan mengenai tanah adat biasanya di atur oleh pengurus adat, sebelum berlakunya Undang Undang pokok Agraria (UUPA), tanah adat dimiliki oleh suatu kelompok adat dan perseorangan untuk menggunakannya harus meminta izin terlebih dahulu kepada Kepala Adat.

(DA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *