oleh : Marwan Al Ja’fari.
Adhyaksanews.online, Sungailiat–Mang Asak, amang kita dari Kimak itu, pas lagi acara Mandi Belimau selalu cerita soal orang- orang dulu. Di antaranya tentang “zonasi” Pulau Bangka’ versi leluhur.
Disebutkannya bahwa jalur dari Mentok ke Puding (yg kemudian nyimpang ke Pangkalpinang dan Sungailiat) itu adalah jalur/zona raje-raje. Artinya, dari jalur inilah (banyak) pemimpin tanah Bangka’ dilahirkan. Entah apa metodologi leluhur kala itu, fakta hari ini menunjukkan memang demikianlah kenyataan pemimpin PULAU Bangka’ (Gubernur KBB).
Mulai dari Datuk Hudarni Rani (alm) Putra Sungailiat yang punya keterikatan kultur kuat dengan Melayu Siantan di Bangka Barat.
Lalu lanjut kepada Datuk EMAS (alm) Putra Kelapa (Bangka Barat) yang rumah orang tuanya kita tahu ada di Simpang Suki/Simpang Roso, Kampung Maras Senang, Kecamatan Bakam, Bangka.
Terakhir, ada Erzaldi Rosman Johan, Putra Pangkalpinang, yg historis masa lalu ayahnya terikat kuat dengan masyarakat di Bangka Barat dan Bangka Induk.
Belum lagi di jalur pemimpin yg jadi bupati saat belum pemekaran. Ada nama M. Arub (Kayu Areng), Rasyidi, Basirun. Eko Maulana Ali juga. Ini semakin memperkuat fakta bahwa jalur dari Mentok ke timur itu adalah jalur raje-raje.
Apakah ini berarti orang-orang di luar jalur itu dak pacak jadi raje pulau Bangka? Tidak begitu!
Almarhum Saleh Zainuddin , bisa menjadi Bupati Bangka juga dulu, meski orang Sungai Selan.
Maka sekali lagi, Mang Asak hanya mengatakan bahwa jalur itu jalur raje-raje. Artinya banyak pemimpin Bangka dilahirkan di sana. Bukan semua pemimpin Bangka’ dilahirkan di sane!
Dan Mang Asak hanya menyampaikan apa yang ia dapatkan dari orang2 sebelumnya.
***
Jika Mang Asak hanya meneruskan apa yang ia dengar dulu, maka beda dengan kami yg memulai suatu “teori” baru.
Sebetulnya senada saja dengan Mang Asak. Namanya saja yg beda. Karena “teori” kami ini namanya “Teori Dua Tanduk Bangka'”
Apabila kita perhatikan peta Pulau Bangka’ sekilas, due kilas, dan seterusnya, maka akan tampaklah bahwa Pulau Bangka’ ini seperti hewan yg bertanduk. Ini mengingatkan kita kepada tanjak yang dipakai orang di Pangkalpinang (dengan nama Elang Bekelai) dan Sungailiat (dengan nama Tanjak Depati). Kedua tanjak ini sangat jelas ada tanduknya. Sayang, kedua tanjak itu malah tidak dipakaikan istilah Tanduk sebagai bagian dari namanya. Misalnya: Tanduk Rusa, Tanduk Sapi, Tanduk Banteng, Tanduk Kambing, atau boleh juga Tanduk Naga.
Why not? Kami juga baru tahu ternyata naga (Cina) itu betanduk. Dan dilihat benar2 sekali lagi, Pulau Bangka ini jangan-jangan memang bentuknya itu potongan kepala Naga…
Lepas dari itu, tanduk pulau Bangka ini posisinya sikok di timur, sikok di barat. Org yg galak mace surat Al Kahfi tiap malem Jum’at plus arti-arti e, mungkin pacak spontan (uhuy) teringat kek Dzulqornain, yg dikisahkan dlm surat itu.
Maklumlah, Dzulqornain itu kan artinya permilik dua tanduk…?! Satu di timur satu di barat. Yang bermakna, Dzulqornain itu wilayah kekuasannya sangat luas, dari timur ke barat.
Karena itu menjadi sangat menarik Pilgub 2012 yg lalu ketika ada kandidat bernama Pak Zulkarnain (almarhum) maju ikut berlaga.
Kami yg saat itu me-launching “teori Pulau Nangka”, masih menyimpan dan belum mau membuka “Teori Dua Tanduk Bangka” ini karena teori ini masih belum masak, masih dalam tahap pematangan.
Agak seru juga menanti pengumuman pemenang di Pulau Nangka, karena diliputi tanda tanya apakah “Teori Dua Tanduk Bangka” akan bekerja dan dimenangkan oleh Pak Zulkarnain?
Walhasil, ternyata selain menang di Pulau Nangka, Pak Eko ternyata menang juga di Kabupaten “Dua Tanduk Bangka” yaitu Bangka Barat dan Bangka (induk). Jadi bisa dikatakanlah saat itu Pak Eko sebetulnya membuktikan dia sanggup menjadi Dzulqornain (pemilik 2 tanduk) di Pulau Bangka’.
Dan bisalah kami kemudian merumuskan teori “Dua Tanduk Bangka” itu dgn pernyataan (preposisi): “Siapa yg menguasai dua tanduk
Bangka, maka ia tak terkalahkan!”..
Demikianlah. Pada saat Erzaldi Rosman Djohan maju dalam pilgub 2017, “Teori Dua Tanduk Bangka” kembali relevan. Bahkan lebih relevan saat itu ketimbang “Teori Pulau Nangka” karena di Pulau Nangka, Erzaldi ‘kalah’ dari Rustam Effendi (petahana). Sementara di “2 Tanduk Bangka” yaitu Bangka dan Bangka Barat, Erzaldi menang telak! Erzaldi menjadi Dzulqornoin dan Erzaldi menjadi Gubernur!
***
Bagaimana dengan 2024 mendatang?
Di 2024, “Teori Dua Tanduk Bangka” tampaknya akan makin ramai dibincangkan.
Apalagi jika bentuk pulau Bangka yang bertanduk ini dipahami dan disepakati sebagian pihak sebagai bentuk NAGA yang (memang) bertanduk.
Naga itu binatang kebanggaan bangsa China.
Tahun 2024 itu pun konon TAHUN NAGA.
Apakah ini pertanda Rudianto Chen akan maju pilgub dan berjaya di tahun itu?
Anda boleh gak setuju dengan cara berfikir begini. Tapi Anda jangan kaget kalau ternyata dengan ini Rudianto Chen malah semangat akan maju…
Apalagi kalau mundur sejenak ke tahun 2012. Di Jakarta saat itu Ahok mendampingi Jokowi dan mereka berjaya dalam Pilgub DKI 2012 itu rupanya tahun NAGA juga. Apakah Ahok berani maju ke Pilgub DKI saat itu karena tahun NAGA itu? Silahkan tanya Ahok langsung kalau mau tahu pasti..
Selanjutnya, jika sebelum ini kami pernah menyampaikan teori Gunung Menumbing berhadapan dengan Gunung Mangkol, maka akan semakin jelas petanya nanti jika yg berkoalisi dengan Gunung Maras adalah Gunung Menumbing. Sudah hampir tak ada tandingannya lagi kalau itu terjadi..
Gunung Maras ini kita tahu adalah simbol Bangka (induk), dan Rudianto Chen adalah putra Bangka Induk.
Sudahlah ia merasa pas sebagai represntasi Gunung Maras, ditambah pula tahun 2024 adalah tahun Naga. Apa gak pede Rudianto Chen jika begitu? Apalagi jika ia berpasangan dengan Gunung Menumbing, sebut saja misalnya Sukirman…
Masalahnya tinggal apakah Rudi benar-benar bisa menguasai Bangka (tanduk timur) dan Sukirman bisa unggul di Bangka Barat (tanduk barat)?
Selain itu, mungkin masih harus juga melihat kekuatan NAGA LAUT yang diperankan oleh Panglima Hidayat. Akankah ia yang bisa menundukkan naga Bangka ini ataukah Rudi?
Apapun hasilnya kelak, Thon Ngin Fan Ngin Jit Jong hehe?! .