JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Terapkan Keadilan Restoratif Pada Perkara Pencurian dalam Keluarga 

Adhyaksanews -Jakarta:Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap

1.Tersangka A dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.

Kronologi bermula saat Tersangka A melakukan pencurian terhadap 1 (satu) unit TV merek Sharp warna hitam ukuran 50 inci milik kakak kandung Tersangka sendiri yakni Korban N Kejadian itu dilakukan tepatnya di rumah orang tua Tersangka.

Setelah menyadari bahwa TV tersebut sudah tidak ada di gudang, Orang Tua dan Kakak Tersangka kemudian menanyakan hal itu kepada Tersangka A lalu Tersangka menjelaskan bahwa TV tersebut sudah dijual.

Kemudian, orang tua dan kakak Tersangka merasa keberatan dan marah serta melaporkan kejadian pencurian 1 (satu) unit TV Sharp 50 inci warna hitam kepada pihak Kepolisian pada Polsek Palu Selatan.

Menurut sepengetahuan Tersangka, TV itu sudah tidak digunakan lagi karena sudah tersimpan di dalam gudang. Oleh karenanya Tersangka mengambil dan menjual TV tersebut kepada temannya yakni Saksi Aldi dengan harga Rp350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Tersangka A menjual TV tersebut untuk keperluan sehari-hari.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Palu Muhammad Irwan Datuiding, S.H., M.H. bersama Kasi Pidum Inti Astutik, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Arvianty, S.H., dan Desianty, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban yang masih dalam ikatan keluarga Tersangka. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan. Korban merasa ikatan keluarga tidak dapat luntur oleh persoalan apa pun.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Palu mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 2 Juli 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 9 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:

Tersangka Mohammad Fahrul Amir alias Ojo dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka F dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka M dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka L dari Kejaksaan Negeri Muna, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Tersangka D dari Kejaksaan Negeri Bungo, yang disangka melanggar Pertama Pasal 376 KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka E dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka H dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka A dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka S dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum;

Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

Pertimbangan sosiologis;

Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Pos terkait

banner 728×90 banner 728×90 banner 728×90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *