Jurnalis Dakwah Dan Media Dua “Mata Pisau”

Penulis : Hairul Anwar Al-Ja’fary
Wartawan Adhyaksanews

Adhyaksanews, Pangkalpinang–Media Massa mengalami tantangan yang semakin berat terutama sejak berkembangnya ilmu pengetahuan dan informasi teknologi (IT). Pasalnya, masalah kemanusian sosial yang dihadapi sekarang semakin kompleks seiring berkembangnya media komunikasi digital yang modern, maka tidak menutup mata akan terjadi kedua kemungkinan, yaitu dampak positif dan negatif.

Akibatnya, moralitas masyarakat yang mengabaikan nilai-nilai agama mengalami degredasi (turun), sehingga tidak menutup kemungkinan membawa dampak negatif terhadap perilaku keagamaan. Faktanya, yang banyak terjadi adalah kalangan anak-anak dan remaja. Namun tak dapat dipungkiri, dari sisi positif, media justru dapat dipercaya memberi kontribusi positif terhadap perilaku masyarakat, termasuk bidang keagamaan.

Maka dari itu, Penulis ingin menyimpulkan bahwa Media Massa seperti pisau yang “bermata dua”. Dengan demikian penulis ingin memaparkan bahwa idealnya peran jurnalistik dalam pesan dakwah merupakan hal yang efektif. Karena keberadaan jurnalis dalam media massa sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Bahkan, mampu membentuk opini yang dapat mengubah perilaku masyarakat.

Terlepas dari itu, kehadiran media massa juga bisa membawa nilai positif dan negatif. Sehingga aktivitas diarahkan membentuk perilaku yang baik bagi masyarakat. Sehingga media diharapkan dapat memberi kontribusi positif melalui pemberitaan berdasarkan fakta, data, dan berimbang dalam pengembangan dakwah pada masyarakat.

Karena jika media menyuguhkan berita bermuatan hoaks (bohong) yang dibumbui dengan narasi seakan-akan peristiwa tersebut benar terjadi, maka bisa jadi dampak dari transformasi informasi media massa tersebut menimbulkan perubahan drastis terhadap perilaku masyarakat. Terutama pada perubahan yang mencolok tampak dari perilaku amoral yang menyimpang dari syariat keagamaan dan melanggar hukum.

Media ditinjau dari segi dua mata pisau.
Mari kita simak, artinya media seperti dua mata pisau adalah media massa kalau ditilik dari dua sisi yaitu positif dan negatif. Seperti halnya dari sisi positif, beragam acara keagamaan yang disajikan di media massa, baik cetak maupun elektronik yang menyajikan informasi pesan moral agar menggiring ke-arah yang baik. Namun disisi negatifnya, tidak sedikit media yang menampilkan (tiktok) berita hoaks, amoral ataupun vulgar yang tidak sepatutnya dilihat oleh mata anak-anak dibawah umur dan remaja. Dampaknya, banyak peristiwa yang menyimpang di kehidupan masyarakat yang menabrak norma agama dan hukum. Sehingga tidak sedikit masyarakat “terperangkap” dan masuk buih bahkan mati dalam keadaan yang tidak wajar.

Dengan demikian, mengukur positif dan negatifnya suatu media massa terhadap perilaku masyarakat adalah aktivitas Dakwah. Karena Islam sebagai agama dakwah (missionary religion) menjadikan kegiatan tersebut sebagai perekat terpeliharanya nilai-nilai syariat Islam.

Proses transmisi pesan-pesan dakwah dari seorang jurnalistik sekaligus sebagai da’i kehadapan khalayak menjadi sasaran dakwah, tentunya dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemunkaran).

Dalam konteks inilah, fenomena tersebut sejatinya dikritisi dalam perspektif jurnalisme dakwah. Upaya memproduksi karya-karya jurnalistik yang memuat pesan-pesan dakwah. Hal ini diselaraskan dengan tujuan mulia, yakni menyajikan kegiatan dakwah dengan membimbing seseorang ke-arah transformasi personal melalui perbaikan perilaku yang dibangun dari pemahaman keagamaan secara tepat.

Karena tak dapat dipungkiri, transformasi personal yang terisi didalamnya “gizi”agama tentu meniscayakan pribadi yang paripurna (sempurna). Karena kadar keilmuan seseorang diperoleh dari seorang guru, buku, termasuk didalamnya mendengar ceramah berisi ilmu agama dari seorang dai ataupun ustadz.

Sebaliknya, aktivitas dakwah yang lemah akan berdampak pada kemunduran moral dalam Islam. Karena menurut sumber yang didapat oleh penulis, bahwa Dakwah adalah jalan utama yang merupakan aktivitas yang iltizam (tegar dalam beragama) sehingga sangat menentukan nasib setiap muslim untuk memiliki keyakinan yang mantap terhadap keselamatan arah perjalanan dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun akherat.

Menjawab pertanyaan di atas, artinya dakwah tidak tepat lagi dipahami sebatas pengajian, ceramah di tempat-tempat tertentu, melainkan harus merambah pada dunia maya, internet dan alat teknologi lainnya. Betapa tidak, selama ini para elit banyak melakukan penyimpangan moral, maka saatnya figur-figur yang bermoral dengan komitmen keagamaan yang kuat untuk masuk dalam kancah dakwah praktis.
Dalam konteks ini, dakwah dipahami secara lebih luas, yakni suatu proses internalisasi nilai-nilai Islam dalam kancah kehidupan, sehingga nilai-nilai tersebut dapat mewarnai perilaku masyarakat dalam tatanan kehidupan yang Islami.

Menurut Buya Hamka seperti yang dikutip oleh H. M. Iskandar dalam buku Pemikiran Hamka tentang Dakwah, dikemukakan lima unsur dakwah yaitu subjek dakwah, materi dakwah, metode dakwah, media dan sarana dakwah dan objek dakwah. Unsur-unsur tersebut salah satu diantaranya adalah media dan sarana dakwah.

Oleh sebab itu, media dalam sebuah informasi adalah sangat penting dan tepat, karena media merupakan saluran informasi faktor penentu berhasil tidaknya suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Realitas menunjukkan, bahwa dakwah billisan sekarang ini sudah dianggap tidak memadai lagi. Oleh karena itu, pelaku dakwah masa kini harus melihat kondisi objektif sasaran dakwah. Kehadiran pers dewasa ini dalam kaitannya dengan perubahan sosial, tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Selama ini tidak seorang pun yang menyangkal bahwa masjid merupakan pusat dakwah yang efektif. Akan tetapi dengan perkembangan dan kemajuan teknologi yang pesat dari tahun ke tahun, kini dakwah tidak cukup hanya dipusatkan di masjid saja tanpa mencoba mencari alternatif lain, mengembangkannya di luar masjid dengan mempergunakan media yang tersedia, seperti pers atau surat kabar.

Kendati Pers dalam arti luas adalah menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan dengan media cetak, maupun dengan media elektronik. Akan tetapi, ditengah-tengah perkembangan dan pembangunan sektor komunikasi yang menggembirakan sekarang ini, pikiran untuk mengembangkan dakwah dengan melihat pers tentu saja merupakan langkah yang tepat dan bijak. Sekarang sudah saatnya para pemikir dan muballigh menjadi seorang Jurnalistik yang bermanfaat, yakni berlandaskan iman, islam dan ikhsan.

Menurut sejarah islam, kegiatan jurnalisme dimulai sejak era kenabian yakni awal berdirinya islam dengan cara mengumpulkan bahan bacaan, mengelola, dan disebarkan ke masyarakat. Namun demikian, kumpulan tulisan dari aktifitas tersebut menghasilkan sebuah penerbitan kitab wahyu Al-Qur’an yang mulanya berserakan di bebatuan, tulang dan dedaunan (pelepah kurma) kemudian dikelola dan dibagikan kepada masyarakat sama seperti pekerjaan seorang jurnalis sehingga kesempurnaannya terbentuklah kitab suci Al-quran sebagai mukjizat Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, Wallahu Alam.

Pos terkait

banner 728×90 banner 728×90 banner 728×90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *