KADANGKALA LAUT “LUPA” DARATAN

adhyaksanews.online, Babel

Pangkalpinang (22/10), Cerita tentang air laut yang lupa daratan, dapat diibaratkan ketika air laut “tanpa sadar” menyemburkan air bah-nya ke daratan. Dan tak pelak, pasang besarpun terjadi sehingga berpotensi sunami menenggelamkan di sekitarnya, akibatnya banjir besar pun terjadi yang banyak memakan korban jiwa. Kendati sebaliknya ketika air laut mengalami surut maka tampak terlihat daratan di pesisir pantai condong ke laut, bahkan terkadang saat air laut menyusut kita pun bisa berjalan di daratan yang mirip seperti pantai di tengah laut.

Tetapi, lain halnya jika ditafsirkan pada seseorang manusia seperti “laut lupa daratan” yaitu orang yang melakukan sesuatu yang melampaui batas tanpa menghiraukan pertimbangan dan harga diri. Milsalkan orang kaya raya tidak ingat kalau dulunya Ia adalah orang miskin. Sewaktu miskin dia adalah orang yang alim dan ramah tamah, tetapi ketika dia menjadi kaya, ternyata tabi’atnya mulai berubah menjadi hal yang baru tidak seperti dulu lagi. Bahkan ada seseorang yang dulunya kenal dengan sahabatnya, namun ketika Ia berubah kaya menjadi pura2 tidak kenal.

Ada kisah nyata yang diangkat dari sebuah hadis Rosulullah, yang mengingatkan kepada kita agar tidak ikut-ikutan kedua orang dari tiga orang tokoh yang lupa daratan dalam hadis berikut:
“Sesungguhnya ada tiga orang dari bani israil yakni yang kesatu kudisan, kedua botak dan ketiga buta”. Kemudian Allah ingin menguji mereka semua, lalu Dia mengutus malaikat untuk datang menemui mereka bertiga. Lantas malaikatpun datang menemui orang yang pertama yang mengidap penyakit kudisan seraya bertanya : ‘Apa yang paling kamu sukai? ‘Ia menjawab: ‘Warna kulit yang bagus, kulit yang mulus, serta sembuhnya penyakit kudisku ini.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Lalu ia pun mengabulkannya, menyembuhkan penyakit kudisnya, dan diberikan kepadanya warna kulit yang bagus dan kulit yang mulus. Ia berkata: ‘Harta apa yang paling kamu senangi? ‘ Ia menjawab: ‘Unta atau sapi.’ orang yang (pertama) berpenyakit kudisan dan yang (kedua) botak kepalanya itu salah satu dari keduanya menjawab : ‘Unta, ‘dan yang lain mengatakan: ‘Sapi.’ Lalu ia memberikannya seekor Unta yang sedang hamil tua seraya berkata: ‘Semoga Allah memberkahimu pada Unta itu.’

Selanjutnya ia mendatangi orang (kedua) botak kepalanya seraya bertanya kepadanya: ‘Apa yang paling kamu sukai? ‘ Ia menjawab: ‘Rambut yang bagus dan sembuhnya penyakit yang membuatku dihina orang.’ Lalu iapun mengabulkannya, menyembuhkan penyakitnya serta memberinya rambut yang bagus. Ia bertanya: ‘Harta apa yang paling kamu inginkan? ‘ Ia menjawab: ‘Sapi.’ Lalu diberikanlah kepadanya seekor sapi yang sedang hamil lantas ia berkata: ‘Semoga Allah memberkahimu pada sapi itu.’

Selanjutnya ia mendatangi orang (ketiga) yang buta matanya seraya berkata: ‘Apa yang paling kamu senangi? ‘ Ia menjawab: ‘Jika Allah mengembalikan penglihatanku hingga dengannya aku dapat melihat manusia.’ Lalu iapun mengabulkannya dan Allah memulihkan penglihatannya. Ia bertanya: ‘Harta apa yang paling kamu inginkan? ‘ Ia menjawab: ‘Kambing.’ Maka diberikanlah seekor kambing yang hendak beranak kepadanya, lalu tidak berapa lama kambing itupun melahirkan anaknya. Dengan demikian ketiga orang ini sudah disembuhkan semua penyakitnya serta mempunyai sejumlah harta berupa onta, sapi, dan kambing.
Lalu, ketiga orang ini setelah diuji dengan kesenangan, maka Allah-pun memerintahkan malaikat untuk kembali menyamar menjadi seorang musafir miskin untuk mendatangi mereka. Pertama-tama mendatangi orang yang tadinya kudisan yang sekarang sembuh menjadi orang yang tampan dan rupawan, lantas malaikat pun berkata: ‘Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan dan tidak mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai penghidupan kecuali dari Allah dari pemberianmu. Dengan nama Dzat yang telah memberimu warna kulit yang bagus, kulit yang mulus, serta memberimu harta berupa Unta. Jadi, aku memintamu untuk memberiku sesuatu agar aku dapat melanjutkan perjalananku, Ia pun menjawab : ‘Hak-hak itu sangatlah banyak.’ Lalu musafir miskin itu berkata lagi: ‘Sepertinya aku mengenalmu, bukankah dulu kamu adalah seorang yang mengidap penyakit kudis yang mana para manusia selalu mengejekmu, kamu juga seorang yang fakir lalu Allah memberikan (nikmatNya) kepadamu?‘ Ironisnya, Ia menjawab: ‘Sesungguhnya aku mewarisi harta ini dari nenek moyangku yang kaya. Lalu musafir itu berkata: ‘Jika kamu berdusta dalam ucapanmu itu, maka semoga saja Allah menjadikanmu seperti sediakala.’

Selanjutnya, musafir miskin ini mendatangi orang (kedua) si botak dalam bentuk aslinya, lalu ia berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakannya kepada orang pertama dan iapun menolaknya sebagaimana orang pertama menolaknya. Lalu ia berkata: ‘Jika kamu berdusta dalam ucapanmu, maka semoga saja Allah akan menjadikanmu seperti sediakala.’

Kemudian, Ia mendatangi orang (ketiga) yang tadinya buta matanya dalam bentuk aslinya seraya berkata: ‘Aku adalah seorang lelaki miskin yang sedang berada dalam perjalanan, dalam perjalananku ini aku tidak mempunyai pekerjaan sehingga aku tidak mempunyai sumber penghidupan kecuali dari Allah kemudian dari pemberianmu. Demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu dan memberimu sejumlah kambing, kumohon berikanlah sesuatu kepadaku sehingga aku dapat melanjutkan perjalananku lagi.’ Si buta pun menjawab : ‘Dulu mataku buta lalu Allah menyembuhkannya, maka ambillah (hartaku) sesuka hatimu dan tinggallah apa yang tidak kau sukai. Sungguh Demi Allah, harta yang kau ambil tidak akan membuatku bersedih. ‘Maka musafir pun berkata: ‘Peliharalah hartamu karena sesungguhnya kalian sedang diuji. Dan kamu telah diridhoi sementara kedua temanmu telah dimurkai.” (HR. Muslim).

Banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil dalam kisah di atas. Jika kita cermati, sedikitnya ada beberapa hikmah, diantaranya Allah sangatlah mudah membolak-balikkan keadaan makhluk-Nya. Hanya dalam sekejap, mulai dari menyembuhkan penyakit seseorang bahkan memberikan kekayaan. Sementara kesehatan dan kekayaan merupakan titipan sekaligus ujian.

Dari cerita di atas, bahwa orang yang lupa daratan sebetulnya ujian yang diberikan Allah kepadanya untuk selalu istiqomah. Ternyata, manusiapun tidak mungkin selamanya ada ‘atas’ udara atau di lautan. Mengapa,,,,? karena bagaimana-pun, habitat kita adalah daratan. Jangan sampai terhempas dari atas udara atau tenggelam di tengah lautan samudra yang dalam.

Orang yang bersyukur ditambahkan nikmatnya, sedangkan yang ingkar akan merasa kekurangan terus-menerus dan, bisa jadi mendapatkan murkaNya. Semoga kisah dalam hadis ini menjadi renungan untuk kita semua. Karena harta dan kesehatan merupakan rezeki dan titipan yang harus kita pertanggung-jawabkan sampai tertutup mata selama-lamanya.

Ditulis : Hairul Anwar Al-Ja’fary

( Tim Adhyaksanews )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *