Adhyaksanews.online, Kasus dugaan penggelapan dana yang dilakukan oleh anggota DPRD Belitung, Hendra Pramono atau yang dikenal dengan sapaan Een yang juga saat ini menjabat sebagai Ketua DPC Hanura Kabupaten Belitung, hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar.
Arif Masman, melalui kuasa hukumnya, Wandi, SH, melaporkan Een atas dugaan penggelapan dana terkait pencalonan Bupati periode lalu. Laporan tersebut diajukan kepada Polres Tanjung Pandan pada 31 Oktober 2024 dengan Nomor LP 203/X/2024/Reskrim. Namun, hingga hari ini, 5 November 2024, Een belum menerima panggilan dari pihak kepolisian.
Hendra Pramono secara tegas membantah tuduhan ini, menyebutnya sebagai bentuk fitnah yang tidak berdasar dan berencana melaporkan balik.
Sementara itu, Wandi selaku kuasa hukum Arif memberikan hak jawab kepada media terkait bantahan Een dan menegaskan kronologi serta dasar dari pengaduan yang diajukan kliennya.
Menurut Wandi, kliennya Arif merasa dirugikan karena ada empat kali transaksi keuangan yang terindikasi sebagai bentuk penggelapan. Transaksi tersebut, yang melibatkan transfer bank dan serah terima tunai, disebutkan dilakukan pada beberapa tanggal berbeda, yaitu 21, 22, 23, dan 27 Agustus, dengan jumlah transfer terakhir sebesar Rp50 juta yang diserahkan secara tunai di kediaman pihak penerima.
Salah satu transaksi yang tercatat dalam laporan adalah transfer melalui rekening Lenny Oktavianti, yang disebut dengan keterangan “SK Hanura. ”Terang Wandi. (5/November/2024).
Selain itu Wandi menyampaikan bahwa kliennya, Arif, tidak pernah menerima SK B1 KWK sebagai bukti dukungan partai yang dijanjikan dalam proses pencalonan. Meskipun Een mengklaim bahwa dokumen tersebut telah terbit, Wandi menegaskan bahwa secara hukum dan faktual, dokumen itu belum pernah diserahkan kepada Arif.
Lanjut Wandi juga mempertanyakan klaim Een terkait adanya kesepakatan pembayaran sejumlah Rp1,2 miliar dalam proses pencalonan. Baginya, jika ada perjanjian sebesar itu, proses ini rentan mengarah pada pungutan liar. Ia mempertanyakan apakah kesepakatan ini benar-benar tercatat dalam perjanjian tertulis atau hanya secara lisan.
“Kalau ini terjadi, maka saya pribadi merasa bahwa korupsi dalam pencalonan akan terus ada, karena setiap yang menjabat berpikir bagaimana cara mengembalikan uang mereka, “ujarnya.
Selain itu Wandi berharap pihak kepolisian segera mengambil langkah konkret atas laporan ini. Selama sepekan sejak pengaduan diajukan, pihaknya belum menerima informasi mengenai panggilan atau perkembangan proses hukum dari Polres Tanjung Pandan.
“Sebagai penasehat hukum, saya akan mendampingi klien saya untuk menegakkan keadilan. Kami menunggu tindak lanjut dari penyidik dan berharap kasus ini berjalan transparan, “Harap Wandi. ( KS/Redaksi)
Sumber : Babelexpres.com