Adhyaksanews. BANGKABELITUNG – Surat somasi yang dilayangkan kepada sejumlah perusahaan diduga terlibat dalam lingkaran kasus dugaan korupsi lahan kawasan hutan Desa Kota Waringin & Air Labuh, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka kini memunculkan beragam persepsi dikalangan masyarakat, namun persoalan kasus dugaan penyimpangan perijinan kawasan hutan ditegaskan seorang kuasa hukum PT Narina Keisha Imani (NKI), Budiyono SH justru dikatakanya sama sekali tak ada kaitan dengan kepentingan politik.
“Somasi itu tidak ada kaitannya dengan politik maupun Pilkada tapi kepentingan klien (PT NKI – red). Jadi jangan didramatisir namun ini murni kepentingan penegakan hukum,” kata Budiyono kepada awak media, Senin (12/8/2024) malam di Sungailiat.
Budi menjelaskan terkait surat somasi yang dilayangkan kepada PT BAM lantaran pihaknya (AK Law Firm & Partners) mensinyalir telah terjadi perbuatan melawan hukum yang terorganisir dilakukan oleh PT BAM, termasuk 3 perusahaan lainnya PT FAL, PT SAML dan PT BAP.
Bahkan dalam kasus ini diduga telah melibatkan oknum perangkat pemerintah desa hingga negara diduga telah dirugikan mencapai angka senilai Rp 25 Milyar.
Selain itu, pihaknya justru mensinyalir adanya siasat jahat terkait surat dukungan masyarakat desa setempat berupa identitas KTP warga digunakan pihak PT BAM untuk dijadikan dasar penguasaan lahan Desa Kota Waringin namun hal itu tanpa sepengetahuan warga.
“Inilah salah satu dasar Hinga pihak AK Law Firm & Partners selaku kuasa hukum dari PT NKI melayangkan surat somasi tersebut kepada sejumlah perusahaan terkait termasuk PT BAM,” tegas Budiyono.
* PT BAM Bisnis Keluarga ‘Terselubung’
Lebih detil Budiyono menjelaskan terkait kasus lahan kawasan hutan Kota Waringin diungkapkan olehnya, jika dalam kasus ini diduga melibatkan seorang oknum anggota DPRI asal PDI-Perjuangan Rudianto Tjen, bahkan diduga kuat selaku pemodal dalam kegiatan jual-beli lahan kawasan hutan Kota Waringin.
Dalam transaksi jual-beli lahan kawasan hutan di desa setempat (Kota Waringin) Rudianto Tjen diduga mewakili pihak PT BAM, saat itu membeli lahan seluas 1.500 hektar (ha) Rp 12.000.000.000,- (Dua Belas Miliar Rupiah).
Budiyono pun sempat menyinggung perihal pernyataan Rudianto Tjen di salah satu media online jika RT mengaku merasa dizholimi. Sebaliknya l, Budiyono malah menantang agar Rudianto Tjen segara membuat klarifikasi tertulis.
“Itu hak beliau (Rudianto Tjen – red) menjawab jika dirinya merasa dizholimi, namun fakta dari keterangan klien kami bahwa memang benar terdapat peristiwa hukum yang diduga melibatkan oknum anggota DPR RI itu,” tegas Budiyono.
Kembali Budiyono menegaskan, jika Rudianto Tjen merasa tak terima namanya disebut-sebut turut terlibat dalam kasus lahan kawasan Kota Waringin, sebaliknya pengacara ini kembali menantang agar oknum anggota DPR RI ini dapat menunjukan sikap tegas dan bukan sebaliknya ‘plin-plan’.
Selain itu, pihak AK. Law Firm mensinyalir dan menduga jika PT BAM merupakan sebagai perusahaan keluarga dari oknum petinggi PDI-Perjuangan kini masih menjabat sebagai anggota DPR RI (Rudianto Tjen), bahkan disebut-sebut sebagai pemodal pembelian lahan di daerah Kota Waringin seluas 1.500 hektar (ha) dan dalam kasus ini pun diduga turut pula melibatkan seorang anak dari Rudianto Tjen berinisial St’.
“Kalau pun pernyataan kita ini tidak benar ya silahkan berikan keterangan yang benar. Lantas mana versi yang menurut benar?. Silahkan diklarifikasi 2x 24 jam kami tunggu sesuai dengan surat somasi yang kami layangkan dan ini bertujuan agar masyarakat tahu situasi yang sedang terjadi di lokasi lahan Kota Waringin,” tegas pengacara ini.
Sebaliknya kembali ditegaskan Budiyono, jika memang tak ada niat baik ditunjukan dari Rudianto Tjen dalam waktu yang telah ditentukan guna menyelasaikan persoalan ini maka pihak AK Law Firm justru akan tetap terus melanjutkan persoalan ke jalur hukum.
“Jika RT tak bisa menunjukan niat baiknya maka perkara ini akan kami ON’-kan!,” tegas Budiyono.
*Oknum Anggota Dewan Bangka Tengah Diduga Ikut Memfasilitasi Bisnis Ilegal Lahan Kota Waringin
Tak cuma itu, Budiyono pun meyakini jika dalam kasus lahan Kota Waringin ini pun diduga kuat terjadi aksi pemufakatan jahat dan terorganisir hingga diduga melibatkan pula seorang oknum anggota DPRD Kabupaten Bangka Tengah asal PDI-Perjuangan berinisial Ad.
Bahkan Ad pun disebut-sebut turut memfasilitasi hingga berujung terjadinya transaksi jual-beli lahan, saat itu Ad diketuai selaku ketua panita khusus (Pansus) yang membahas ijin pengelolaan lingkungan tingkat Provinsi Bangka Belitung hingga akhirnya menghasilkan rekomendasi pencabutan ijin PT NKI tanpa ada dasar maupun kajian hukum.
Bahwa PT NKI memiliki izin pemanfaatan lahan seluas 1.500 Ha yang berlokasi di Kota Waringin berdasarkan Naskah Perjanjian Kerjasama antara Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan PT NKI, No. 522/11.A/Dishut yang diterbitkan tanggal 10 April 2019 di Pangkal Pinang;
Namun pada bulan April tahun 2021 terjadi perubahan regulasi izin yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan yang termuat dalam SK Nomor : 6614/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Sampai Dengan tahun 2020 yang mengakibatkan Klien Kami tidak dapat mengelola lahan seluas 1.500 Ha;
“Bahwa berdasarkan SK Nomor : 6614/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 dalam amar keenam menyebutkan : Dalam hal telah memiliki perizinan berusaha di bidang kehutanan, maka statusnya masih Kawasan hutan sampai batas waktu perizinan berusaha berakhir, selanjutnya dikeluarkan dari kawasan hutan.
Selanjutnya, dilakukan perubahan areal perizinan berusaha dalam hal belum diterbitkan perizinan berusaha maka statusnya adalah bukan Kawasan hutan lindung. Bahwa berdasarkan bunyi amar keenam SK Nomor : 6614/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 Klien Kami berhak untuk mengelola lahan tersebut hingga izin usaha yang dimiliki Klien Kami berakhir sampai dengan tahun 2039.
Kemudian, pada bulan Juli tahun 2021 hingga bulan September tahun 2021 PT BAM melakukan pembebasan lahan serta membuka areal konsensi (kerja) diatas lahan yang dimiliki oleh PT NKI seluas 1.500 Ha, namun oleh Klien Kami melarang dengan secara tegas dan keras agar PT BAM tidak melakukan pembebasan lahan dan berkegiatan diatas lahan yang dimaksud.
“Bahwa pada bulan September tahun 2023 pihak PT BAM melalui Ibu Desak selaku Direktur Keuangan menghubungi Klien Kami untuk mengajak bekerja sama, hingga pada pokok nya dalam perjanjian kerjasama tersebut pihak PT BAM mengajak agar Klien Kami membantu penguasaan lahan melalui perizinan PT. NKI yang masuk pada areal perubahan (APL) untuk dilakukan usaha perkebunan pohon pisang.
Selanjutnya, perjanjian kerjasama tersebut terlaksana secara tidak tertulis namun tetap sah dimata hukum berdasarkan Pasal 1320 KHUPerdata yang menyebutkan bahwa syarat sah dari suatu perjanjian adalah sebagai berikut antara lain yakni sepakat (bagi pihak yang mengikatkan diri didalam suatu perjanjian) cakap secara hukum dan memuat suatu hal tertentu dan klausula yang halal.
“Dalam perjanjian tersebut diatas, klien kami (PT NKI – red) dijanjikan akan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan lahan tersebut diatas senilai Rp. 300.000/ hektar, namun sampai dengan saat ini klien kami justru belum menerima sepersen pun terhadap apa yang telah dijanjikan oleh PT BAM,” terang Budiyono.
Begitu pula dalam pelaksanaan kerjasama, PT BAM menggunakan legalitas dan izin yang dimiliki klienya (PT NKI) guna kepentingan PT BAM, termasuk pembebasan lahan dan pembayaran atas lahan milik warga yang dibebaskan serta penggarapan lahan yang akan diusahakan perkebunan pisang.
“Setelah dilaksanakan pembebasan lahan dan pembayaran atas lahan, PT. BAM menggarap lahan tersebut karena menganggap bahwa lahan tersebut adalah milik PT BAM dengan menggunakan legalitas milik Klien Kami (PT NKI – red),” terang Budiyono.
Selanjutnya, pengelolaan lahan yang dilakukan oleh PT BAM adalah usaha dibidang perkebunan sawit seluas 1.500 Ha, terkait hal tersebut telah dilarang secara tegas oleh Klien Kami untuk tidak menanam pohon sawit di wilayah tersebut dikarenakan terdapat perubahan izin berdasarkan SK Nomor : 6614/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 dan peruntukan izin tersebut pun adalah bukan untuk perkebunan sawit melainkan perkebunan pisang.
“PT BAM menggunakan KTP Masyarakat Kotawaringin untuk membuat suatu dokumen penguasaan hak atas lahan secara melawan hukum tanpa diketahui oleh masyarakat. Dalam kegiatanya PT BAM melakukan jual beli lahan dengan berkonspirasi merekayasa surat menyurat kepada masyarat, di mana masyarakat tidak pernah diberikan arsip dokumen maupun tidak mengetahui titik lokasi lahan.
Namun diduga terdapat Pertimbangan Teknis Pertanahan (Pertek Pertanahan) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengkangkangi perizinan yang dikeluarkan kepada klien kami, dan setelah ditemukan peristiwa hukum berupa dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian izin lahan tersebut diatas, mengakibatkan Klien Kami turut terbawa kedalam pusaran dugaan tindak pidana korupsi akibat dari PT BAM yang mengatasnamakan kliennya atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan sepihak dengan rangkaian pemufakatan jahat PT BAM.
Sejauh ini tim media masih berusaha mengkonfirmasikan perihal kasus dugaan Tipikor jual beli lahan di Desa Kota Waringin, Puding Besar, Kabupaten Bangka ke sejumlah pihak-pihak terkait termasuk khususnya pihak manajemen PT BAM. team @Adhyaksanews Bangka Belitung