adhyaksanews.online, Bangka Tengah
Sungguh mengejutkan, membaca di media on line berita pengeroyokan di Sungai Selan, daerah kelahiran saya. Kejadian itu menyebabkan seorang pria tewas pada Jumat, bulan lalu. (18/8/2023).
Apapun yang melatarbelakanginya, timbul pertanyaan ada apa dan mengapa ini bisa terjadi?
Akibat para pelaku tidak mampu mengendalikan emosi, melayanglah nyawa si korban.
Dari peristiwa kejadian pembunuhan ini, saya jadi teringat dengan empat buah cerita yang pernah disampaikan oleh seorang dosen filsafat UIN Jogjakarta bernama Fahrudin Fais.
Ceritanya sangat berkaitan dengan masalah pengendalian emosi seseorang.
Cerita pertama, ada seorang murid yang sangat cerdas.Ia selalu menjadi bintang kelas, nilai rapornya rata- rata 9, dan ia diprediksi suatu saat akan menjadi orang yang sukses serta akan menjadi calon pemimpin di masa datang, karena kepintaran dan kecerdasan yang ia miliki.
Namun suatu saat ia marah- marah kepada gurunya dan tidak terima karena ada satu nilai mata pelajaran yang ia dapat hanya bernilai 7. Ia marah dan kecewa lalu pulang ke rumah sambil mengambil senjata api lalu senjata itu ia tembakkan ke gurunya. Anak ini akhirnya diamankan polisi dan dijebloskan ke dalam penjara.
Harapan anak muda ini akhirnya pupus, masa depannya menjadi terbalik akibat tidak mampu mengontrol emosinya.
Cerita yang kedua, terjadi di zaman kerajaan Mongolia. Saat itu Jengis Khan sang raja memiliki burung elang yang ia sayangi karena burung elang tersebut sangat setia dengan tuannya . Suatu hari di dalam perjalanan, sang raja merasa kehausan dan hendak minum di pinggir sumur, namun saat sang raja mau minum dengan centong yang airnya diambil dari sumur tersebut, tiba- tiba burung elang kesayangannya menyambar centong yang berisi air dan menyebabkan air yang hendak diminum menjadi tumpah. Kejadian ini berulang dua kali. Jengis Khan sang raja benar- benar marah dengan burung elangnya. Pada kali ketiga ia akan minum, sang raja sudah menyiapkan pedang di tangannya. Pada waktu elang hendak menyambar centong air, sang raja langsung menebas burung elang tersebut hingga tewas.
Namun setelah sang raja meneliti dengan seksama di dalam sumur tersebut ternyata ada bangkai ular berbisa, yang bisanya sangat membahayakan bagi orang yang minum air di sumur itu. Sang raja pun sangat menyesal karena telah membunuh burung elang kesayangannya akibat tanpa berpikir terlebih dahulu.
Cerita yang ketiga. Ada seorang samurai dari Jepang yang mendengar informasi bahwa di ujung kota ada seorang guru yang pintar dan cerdas serta bijaksana. Karena penasaran maka pergilah sang samurai tersebut menemui guru yang ia dengar dengan maksud ingin bertanya tentang sesuatu. Setibanya di sana, sang samurai pun bertanya dengan suara lantang dan dengan nada yang agak membentak, karena dia adalah seorang pendekar samurai,”Wahai, Guru! Tolong ceritakan kepadaku apa itu neraka dan apa itu surga?!”
Sang guru menjawab,” Orang sepertimu tak layak untuk diladeni dan bukan level saya untuk menjawab pertanyaanmu.” Sang samurai emosi mendengar jawaban itu, lalu ia memaki- maki sang guru, kemudian sang guru berkata,” Nah, itulah neraka, saat kamu sedang emosi meledak- ledak itulah nerakanya.” Sang samurai tersadar, lalu melembutkan ucapannya seraya memohon maaf kepada guru. Kemudian sang guru berkata lagi,” Nah, inilah Surga. Surga dan neraka itu sangat erat hubungannya dengan emosimu.”
Cerita keempat. Saat Saidina Abubakar sedang duduk bersama Rasulullah tiba- ada sekelompok kafir Quraisy datang dan memaki-maki Abu Bakar, namun makian meraka tidak diindahkan, dan di cuekkan oleh Abubakar. Rasulullah tersenyum melihat kejadian itu. Tapi saat kelompok kafir Quraisy itu melakukan makian yang ketiga kalinya, Abu Bakar berdiri karena tersulut emosinya, lalu membalas makian kelompok kafir Quraisy itu dengan makian pula. Rasulullah melihat kejadian itu langsung pergi meninggalkan Abu bakar. Segera, Abu Bakar menyusul rasulullah dalam keadan cemas, dan bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau meninggalkanku dan tidak membela diri ku?”
Rasulullah menjawab, “Saat engkau sedang dimarahi dan dimaki, tapi kamu tidak meladeni mereka, para malaikat banyak yang datang mengelilingi mu dan hendak melindungimu, tapi ketika kamu membalas meraka dengan makian pula , banyak syetan yang datang dan para malaikatpun pergi meninggalkanmu, lalu akupun pergi.”
Demikianlah! Emosi ternyata bisa membalikkan keadaan. Orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, akan mampu menguasai dan mengenal emosinya. Penggunaan emosinya akan seimbang, dalam arti baik untuk dirinya dan baik pula untuk orang lain. Kalau hanya baik untuk dirinya tapi tidak baik bagi orang lain ini namanya egois, dan kalau sebaliknya tidak baik untuk dirinya dan baik buat orang lain ini dinamakan altruis.
Menurut para ahli ilmu pengetahuan, manusia itu memiliki beberapa kecerdasan di dalam dirinya. Di antaranya adalah kecerdasan intelektual atau IQ, yang selama ini sering dijadikan tolok ukur kesuksesan seseorang khususnya dalam berkarir.
Kecerdasan yang lain yaitu SQ atau kecerdasan spiritual, juga tidak kalah pentingnya. Namun selain kecerdasan tadi ada hal lain yang tak kalah penting yaitu kecerdasan emosional atau EQ. Penelitian menjelaskan, EQ berkontribusi dua kali lebih penting dalam mempengaruhi kesuksesan seseorang dibandingkan IQ.
Mengapa kecerdasan emosional ini penting? Karena EQ berperan sangat besar dalam proses menghadapi kehidupan sosial yang harus berinteraksi dengan orang lain. Bila tak adanya EQ, Anda tidak akan bisa menjalankan hidup sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Kecerdasan emosional ini tidak permanen, ia berbeda dengan kecerdasan intelektual. Dia bukan harga mati tapi bisa dipelajari, dikembangkan, dilatih dan dikendalikan.
Semoga dengan terus belajar dan mengembangkan kecerdasan emosional , orang yang tadinya sangat pemarah atau temperamental akan menjadi santun dan penyabar, dan diharapkan hubungan antar sesama manusia pun semakin hari semakin baik dan rukun.
( HAJ – Adhyaksanews )