Mencari Kebahagian ditengah Kegalauan

adhyaksanews.online, Babel

Oleh. Marwan Al Ja’fari.
Ketua PW MABMI KBB.

Seiring dengan kegiatan Safari Budaya Dakwah, Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia Kepulauan Bangka Belitung (MABMI KBB). Pada saat berlangsungnya acara kajian budaya dan pengajian di tempat majelis ta’lim yang menyelenggarakan kegiatan itu, selalu ada curhat dan pertanyaan dari jamaah tentang bagaimana cara mengatasi kegalauan atau bagaimana cara mendapatkan kebahagian di tengah kegalauan jiwa.

Masalah kegalauan dan jiwa yang tidak tenang ini, sebenarnya hampir pernah dirasakan oleh seluruh manusia, karena didalam proses perjalanan kehidupannya, manusia memang tidak bisa terlepas dari berbagai masalah, dan ini merupakan suatu resiko kehidupan yang tidak bisa dihindari melainkan harus di hadapi, agar solusi mengatasi kegalauan bisa didapati.

Oleh karena itu agar jiwa ini selalu tenang dan tidak galau, maka orang harus bahagia dalam hidupnya. Sekarang ini terjadi fenomena alam, dimana-mana ditemukan banyak orang sedang mencari kebahagiaan, hal ini pertanda bahwa, saat ini masih banyak orang yang hidupnya belum bahagia, karena kalau dirinya sudah bahagia, tidak mungkin ia mencari kebahagiaan kemana-mana dan tidak akan muncul curhatan serta pertanyaan seperti itu.

Sebenarnya kebahagiaan itu tidak perlu dicari, ia tinggal diambil dan di nikmati, cuma mungkin tempat keberadaan bahagianya saja banyak orang yang belum mengetahui ada dimana.

Disisi lain, orang selalu menghubung-hubungkan antara kebahagiaan dengan kesuksesan, dan kesuksesan seseorang selalu diukur kalau dirinya sudah kaya atau banyak harta, serta punya pangkat dan jabatan yang tinggi, kemudian ia memiliki wajah yang ganteng atau rupawan, kalau sudah dapat meraih kesuksesan seperti itu maka barulah dirinya dianggap akan bahagia.

Tapi kenyataannya banyak orang yang sudah meraih segala kesuksesan itu namun kehidupannya masih juga hampa dan belum mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Banyak orang yang sudah kaya dan memiliki jabatan yang tinggi tapi mau tidur saja masih sulit, padahal ia tidur dikamar ber AC dan diatas kasur yang empuk namun hidupnya masih tetap gelisah, akhirnya malah terkena penyakit insomnia.

Dibalik itu ada orang yang ekonomi nya sangat sulit, dirinya bukan orang kaya dan bukan pejabat tinggi, kerjanya hanya mengayuh becak, namun ia bisa tidur dengan nyenyak walaupun hanya tidur diatas becaknya, angin yang dingin dan banyaknya nyamuk bukan halangan bagi dirinya untuk tidur pulas, orang seperti ini dianggap tidak sukses tapi hidupnya bahagia.

Menarik juga kalau kita cermati istilah kesuksesan dan kebahagiaan, kedua istilah ini agak unik, karena hampir sama dimaknai.
Coba kita iseng-iseng buka di google link kemudian mensearching kedua istilah tersebut, maka akan kita temukan pemakaian kata sucses didalam bahasa indonesia, entry-nya lebih banyak bila dibandingkan dengan kata happyness (Bahagia). Sebaliknya pemakaian kata happynes (bahagia) dalam bahasa inggris, entry-nya lebih banyak bila dibandingkan dengan kata sucses. Saya jadi curiga jangan-jangan orang di Indonesia ini lebih banyak sibuk mencari kesuksesan dibandingkan mencari kebahagiaan (happynes), begitu juga diluar negeri kemungkinan orang disana lebih banyak mencari kebahagiaan (happynes) dibandingkan mencari kesuksesan.

Masalah pencarian ini, kalau kita melirik pendapat dari Prof Hamka beliau mengatakan. “Manusia itu selalu cenderung mencari sesuatu yang belum ia miliki”, kemudian kalau kita kaitkan dengan itu, maka akan ditemukanlah belitan-belitan kata. “Apakah kita ini mencari kesuksesan karena belum bahagia?, atau kita mencari bahagia karena belum sukses. Adalagi mungkin, bahagianya sudah didapat tapi suksesnya yang belum, atau kebahagiaan itu sama dengan kesuksesan”.

Menariknya lagi jika kita telisik tentang penggunaan dan penempatan kedua istilah itu, seringkali kita temukan di tempat yang berbeda, misalnya ditempat acara wisuda sarjana kita temukan ada karangan bunga yang berbunyi

“Selamat dan Sukses atas wisuda sarjana”
Kemudian kalau kita ketempat undangan perkawinan, sering kita temukan ada karangan bunga yang berbunyi

“Selamat menempuh hidup baru dan bahagia”.

Seolah-olah doa’ untuk kesuksesan itu tempatnya ada di acara wisuda dan doa’ untuk kebahagiaan itu tempat nya ada diacara perkawinan.

Kembali lagi ke pembahasan tentang kebahagiaan, sesungguhnya kebahagiaan itu merupakan jenis emosi yang dipengaruhi oleh dorongan dari dalam dan dari luar manusia, ia tidak bisa langsung didapat begitu saja, tapi harus ditaklukkan dengan upaya/ikhtiar agar harapan ingin adanya perubahan terhadap kondisi jiwa bisa terjadi. Tapi sebelum menemukan tempat dimana bahagia itu berada, kita harus tau dulu kunci bahagianya, agar pintu tempat bahagia itu bisa dibuka.

Kunci kebahagian itu ada tiga Keyword nya yaitu: Pertama, ilmu pengetahuan. Menurut Socrates seorang filsuf dari Yunani mengatakan, “Orang bisa bahagia kalau melakukan hal-hal yang utama seperti kebaikan dan kebenaran, mereka bisa mengetahui benar dan salah, baik dan buruk serta pantas dan tidak pantasnya suatu tindakan, karena dilandasi dengan ilmu pengetahuan”.

Hal ini selaras dengan hadis Rasululah,

“Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap-tiap muslim”.

Tafsiran dari hadis ini sesungguhnya Rasulullah itu bermaksud ingin meyuruh kita bahagia baik didunia maupun diakherat, tapi syaratnya harus dengan ilmu, jadi bukan bermaksud membebani kita untuk menuntut ilmu. Sebagaimana Nabi Adam AS waktu diturunkan kemuka bumi ini harus di bekali dulu oleh Allah dengan ilmu, tujuannya agar ia bahagia, hal ini di jelaskan dalam al quran.

“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar” ( Al-Baqarah 33).

Akan tetapi menariknya untuk direnungkan,dalam keseharian sering kita temui ada orang yang bodoh/ tidak berilmu tapi hidupnya malah bahagia.
Orang seperti ini tentunya punya resiko, dan akan salah pilih dalam mengambil tindakannya, yang diambilnya bukanlah keutamaan, melainkan kesenangan yang bersifat sementara disebabkan karena ketidaktahuannya,akhirnya kebahagian yang didapatinya hanya kebahagiaan jangka pendek saja.

Ternyata bahagia itu ada durasi nya juga. Ada kebahagiaan yang durasinya sangat singkat ,ada yang durasinya lumayan panjang,adapula yang durasinya sangat panjang, yang terakhir kebahagaiaan yang durasinya panjang dan tidak terbatas.
Pertama durasi kebahagiaan yang singkat, ini terjadi karena yang dicari hanya yang bersifat kesenangan saja (pleaser). Contohnya seperti kesenangan minum kopi,setelah gelas diletakkan, kenikmatannya langsung hilang dan kalau mau nikmat lagi maka harus di ulang kembali, itupun kalau terlampau banyak malah menjadi tidak nikmat. Yang mengherankan sekarang ini kalau kita minum kopi ditempat cafe-cafe, ternyata kopi yang ukuran gelas kecil, harganya lebih mahal dibandingkan ngopi pakai ukuran gelas besar, mengapa demikian, karena ngopi dengan gelas besar dan ngopi dengan gelas kecil itu, kenikmatannya berbeda.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari hal ini adalah, kebahagiaan yang didapat tidak akan berlangsung lama kalau dilakukan hanya untuk bersenang-senang. Orang pacaranpun kalau hanya untuk bersenang-senang maka kebahagiaannya hanya sebentar dan tidak akan lama.

Durasi kebahagiaan kedua adalah durasi yang lumayan panjang, ini terjadi karena adanya capaian yang berhasil diraih (aciefmen), contoh nya seperti nikmat makan saat berpuasa. Orang yang berhasil melaksanakan puasa, nikmat makannya bisa lebih panjang dibandingkan dengan nikmat makannya orang yang tidak puasa.

Kemudian durasi kebahagiaan yang ketiga adalah kebahagiaan yang sangat panjang.
Ini terjadi karena kebahagiaan yang ia miliki tidak dinikmati sendiri tapi dibagikan dengan orang lain (contribution), contohnya kita berhasil belajar tentang “paham” tentu sangat menyenangkan, tapi kalau kita berhasil memberikan pemahaman kepada orang lain, maka kebahagiaannya akan lebih panjang.

Berikutnya durasi yang keempat yaitu kebahagiaan yang panjang dan tak terbatas (unlimited good), yaitu kebahagiaan yang didapat karena melakukan suatu kebaikan tanpa pamrih/tidak terbatas, dalam bahasa agama dinamakan ikhlas. Rasa senangnya tidak ber-ujung, awet dan berlangsung lama (long last), hal ini mirip dan sama seperti motto Kementrian Agama yaitu ikhlas dalam beramal.

Jika kita baca masalah teori kebahagiaan seperti ini, kalau diucapkan memang sangat simple, tapi saat di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak bisa dan sangat sulit kalau tanpa disertai dengan menghidupkan ilmu Pengetahuan.
Hal ini sudah lama disadari, bahkan sejak zaman yunani kuno, bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan syaratnya harus menghidupkan ilmu pengetahuan, karena sekarang ini kalau hanya sekedar mencari orang pinter, di kampus-kampus universitas banyak orang yang pinter, tapi mencari orang yang menghidupkan ilmu nya, ini yang masih jarang.

Sunan Kali Jaga Seorang Wali songo pernah menyebutkan

“urip iku urup,
artinya hidup itu bisa menyala atau penuh dengan semangat kalau ilmunya dihidupkan.”

Orang jawa juga pernah mengatakan, ilmu itu baru setengah kalau hanya di hapal, ia baru benar- benar berilmu kalau sudah dilakukan atau diamalkan (Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku), maka barulah kunci kebahagiaan yang pertama akan didapatkan.

Kunci kedua Key Word nya, adalah Stabilitas kejiwaan atau kondisi jiwa yang kondusif. Kebahagiaan akan terjadi apabila kondisi kejiwaan kita stabil, dan untuk mewujudkan itu maka jangan membuat standart persyaratan yang berat serta sulit untuk diukur, jika kita mematok standart ukuran kebahagiaan yang tinggi, misalnya saya baru akan bisa bahagia kalau sudah punya rumah bagus dan kendaraan mewah. Mematok standart bahagia seperti ini tentunya malah akan membuat diri kita semakin galau dan tidak bahagia. Karena standart yang dimiliki setiap orang itu berbeda-beda, begitu juga dengan standart yang dimiliki negara maupun agama. Kita lihat contoh belum lama ini, sepak bola Indonesia melawan sepak bola Argentina, score 0-0 saja bahagianya luar biasa bagi Indonesia, tapi bagi Sepak Bola Argentina itu merupakan suatu bencana dan malapetaka, disebabkan karena standart kebahagiaannya berbeda.

Menentukan patokan standart kebahagiaan yang terlampau tinggi tapi tidak diimbangi dengan kemampuan yang real, justru akan membuat Kondisi jiwa menjadi tidak stabil, ibarat pepatah mengatakan besarlah pasak dari pada tiang.

Permasalahan yang terkait dengan kondisi jiwa ini, Imam Al-Ghozali pernah mengatakan bahwa kondisi jiwa itu ada yang positive dan ada yang negative, dan ia membagikan kondisi jiwa ini menjadi beberapa orientasi:

1. orientasi jiwa bahamiah (Binatang ternak), sifatnya binatang ternak itu hanya makan, minum, kawin, hamil, berketurunan, tidak perlu capek-capek karena ada yang mengurusi, standard kebahagaiannya yang penting punya rumah, istri cantik, ada kendaraan ia sudah bahagia.

2.Orientasi jiwa sabui’yah (binatang buas), sifat binatang buas adalah ia merasa bahagia kalau bisa menundukkan binatang yang lain, prilakunya agresif ingin unggul, bila perlu banyak berkorban demi mencapai ambisinya, tapi kalau tidak terkontrol, justru akan merusak kondisi jiwa dan orientasi hidupnya.
Salah satu contoh yang aktual saat ini, banyak orang yang berani mencalonkan dirinya menjadi anggota legislatif, jadi Bupati, dan nyalon jadi Gubernur, walaupun harus mengeluarkan modal yang sangat besar, padahal dirinya belum tentu terpilih, tetapi tetap nekat untuk ikut berkontestasi, ini dikarenakan orientasi jiwa nya memang kearah sabui’yah selalu ingin berkompetisi dan ingin unggul dari yang lain dalam rangka dirinya mencari kebahagiaan. Tapi resikonya juga sangat tinggi kalau dirinya kalah dalam berkompetisi, atau malah diungguli oleh kompetitornya, jika kestabilan jiwanya tidak kuat, ini yang akan menyebabkan banyaknya orang sampai ngiret kaleng atau ngiret galon.

3. Orientasi jiwa Syaithoniah, sifat nya adalah iri dan dengki, Ia akan bahagia kalau melihat yang lain ikut hancur bersama dengan dirinya. Sebagaimana Syetan setelah ditetapkan dirinya akan dimasukkan kedalam neraka, bagi dirinya tidak apa-apa asal ia dikasih waktu untuk menyesatkan yang lain dan sama-sama ikut tersesat bersama dengan dirinya, maka ia akan bahagia.

Contoh nya sekarang ini banyak ditemukan berita-berita hoak di medsos, padahal yang bikin berita hoak itu tau kalau dirinya sedang berbohong, tapi dia merasa berbahagia kalau yang lain ikut termakan isu dan sama-sama tersesat bersama dengan dirinya.Ternyata berbuat kejahatan itu bisa juga membuat orang bahagia, bagi yang jiwa nya sudah gelap dan ini adalah sifat Syaithoniah.

4.Orientasi jiwa Mutmainnah, artinya jiwa yang tenang, ciri nya adalah Rodhiatan Mardhiah, merasa ridho dan diridhoi, inilah kebahagiaan yang sejati yang seharusnya dimiliki oleh manusia, bagi yang menginginkan ketenangan jiwa serta jauh dari kegalauan. Didalam Al-Qura’n Allah berfirman : “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai, lalu masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-ku, dan masuklah ke dalam surga-ku! (Q.S. Al-Fajr:27-30)”

Jiwa mutmainnah ini selaras dengan Kunci kebahagiaan yang ke tiga sebagaimana yang akan dijelaskan pada alinea berikut ini, yaitu:
Kunci Key Word kebahagiaan yang ketiga adalah Penerimaan. Dirinya akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa dan hakiki, jika ia mampu menerima ketetapan taqdir dari Allah, Ia menerima ketetapan Allah dan Allahpun meridhoinya.
Kunci kebahagiaan yang ketiga ini jika di ucapkan memang enak dan mudah tapi sangat sulit juga kalau dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang disuruh ridho dan menerima keadaan yang ada,itu tidak mudah. Sementara kecenderungan manusia itu senang nya selalu menyesali nasib, berkeluh kesah dan kikir, tapi kalau kita mampu menerima saja nasib dan keadaan diri kita saat ini, kemudian pasrah kepada ketetapan Allah, sebenarnya inilah kebahagiaan hakiki yang diharapkan. Kondisi apapun yang terjadi pada diri kita harus dicari makna yang positifnya kemudian terus melatih diri dalam melalui setiap tahapan untuk menuju puncak kebahagiaan itu.

Tahapan-tahapan yang harus dilalui agar puncak kebahagiaan bisa dicapai adalah: “taslim (patuh), tawakal (pasrah), ridho (menerima), serta sabar dan syukur”.

Kalau jiwa kita telah terlatih dan mampu melewati tahapan-tahapan itu, barulah kita bisa menemukan dimana tempatnya kebahagiaan.

Ternyata tempatnya bahagia itu letaknya ada pada setiap kunci kebahagiaan.
Kunci bahagia yang pertama adalah ilmu Pengetahuan tempatnya ada dikepala (akal).

Kunci bahagia yang kedua adalah Kondisi jiwa tempatnya ada dihati.

Kunci bahagia yang ketiga adalah penerimaan/ridho tempatnya ada di kehidupan kita.

Jadi tempatnya kebahagiaan itu tidak kemana-mana, ia sangat dekat dengan diri kita, tinggal diambil serta dinikmati saja. Kalau itu sudah kita dapati, maka akan berdampak pada orang yang telah mendapatkan kebahagiaan.
Dalam pergaulauannya nanti, akan terlihat adanya perubahan sikap atas manifestasi dirinya, dia akan selalu gembira dan banyak tersenyum, kehadiran dirinya di tengah-tengah komunitas selalu ditunggu-tunggu, karena keberadaannya tidak membuat orang lain ketakutan melainkan terhibur dan gembira jika bertemu dengan dirinya. Dia juga akan menjadi orang yang pemaaf dan pemaklum, karena hatinya sudah luas dan lapang, dan terakhir dirinya akan dipenuhi rasa syukur, tentu rasa bahagianya akan berkali-kali lipat. Inilah cerminan manefestasi perubahan sikap seseorang yang telah mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.

Semoga dengan menemukan kunci kebahagiaan ini,kehidupan kita akan selalu diselimuti dengan ketenangan, ketentraman, dan keindahan serta jauh dari kegalauan.

Semoga bermanfaat dan salam kebahagiaan.

(HAJ-Adhyaksanews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *