Adhyaksanews || Pinaesaan, Desa Pinaesaan, Kecamatan Tompaso Baru, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara – Di tengah hiruk-pikuk kebijakan pemerintah yang menjanjikan kesejahteraan sosial, satu suara penuh penderitaan dari Masye, seorang janda berusia 49 tahun, menggema di telinga masyarakat yang peduli. Dengan penuh harapan dan ketegaran, Masye menjalani hari-harinya sebagai ibu tunggal bagi dua anak laki-lakinya, namun sayangnya dia justru terabaikan dalam arus bantuan yang seharusnya bisa meringankan bebannya.
Sekretaris Jenderal Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (SEKJEN LP-KPK), Freddy R.J. Tulangow, tidak tinggal diam menyikapi kondisi memprihatinkan ungkap Sekjen
Sejak kepergian suaminya, almarhum Jen Smual, hidup Masye seakan terpuruk dalam kesulitan. Sementara banyak warga lainnya menerima berbagai bentuk bantuan sosial dari pemerintah, ada isrti Perangkat yang menerima bantuan dan salah satu perangkat desa yang menerima bantuan PKH ungkap beberapa Masyarakat yang tidak mau disebut namanya yang menerima.
Sedangkan Masye justru terpuruk tanpa sentuhan perhatian. Tidak hanya kehilangan pasangan hidup, kini ia terpukul oleh kenyataan pahit bahwa selama masye
Berjualan di pasar sebagai sumber penghidupan, Masye lenak berjuang melawan kesedihan dan ketidakpastian. Namuna jabatan Hukum Tua Linda Kambei, ia dan anak-anaknya tidak pernah mendapatkan dukungan apapun Ujur (SEKJEN LP-KPK), Freddy Tolanggou
Masye saat di wawancara media di Kios rumamakan mengungkapkan,
dagangannya sepi pembeli, dan setiap hari ia pulang dengan kerugian yang semakin menggunung. Ketiadaan pembeli membuatnya berpikir untuk berhenti berdagang sambil berharap situasi ekonomi membaik. “Saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak saya, tapi rasanya semakin sulit setiap harinya,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sumber informasi menyebutkan bahwa Masye tidak sendirian dalam kesengsaraan ini. Banyak warga lain yang juga belum mendapatkan bantuan, termasuk bantuan uang tunai yang kini sedang digulirkan pemerintah. Diperkirakan, mereka tercecer dalam banyaknya data yang tidak akurat mengenai penerima bantuan.
Cerita Masye adalah cerminan dari sisi gelap administrasi dan kepedulian yang patut dipertanyakan. Dalam situasi sulit seperti ini, seharusnya pemerintah hadir dan memberi perhatian kepada masyarakat yang paling membutuhkan. Di balik angka statistik dan laporan keberhasilan, ada kisah-kisah nyata dari orang-orang seperti Masye yang menunggu janji-janji itu menjadi kenyataan.
Kisah ini datang sebagai pengingat bagi semua pihak untuk lebih peka dan responsif terhadap kondisi masyarakat, terutama mereka yang berada di jurang kemiskinan. Masye dan dua anaknya layak mendapatkan perhatian dan dukungan, bukan hanya harapan yang sia-sia. Mari kita buat suara mereka didengar, agar tak ada lagi yang terabaikan dalam perjalanan menuju kesejahteraan.
(SÀrel Moningka)