adhyaksanews.online, Babel
Kalau kita menyebut orang gila maka yang terpikir dan terbayang di otak kita adalah seseorang yang sedang terkena gangguan jiwa dan berprilaku agresif dibandingkan dengan orang yang normal.
Kegilaan orang seperti ini tentunya sangat mengganggu lingkungan disekitarnya.
Akan tetapi menurut para kaum sufi kegilaan itu tidak semuanya mengganggu , justru ada kegilaan yang dibutuhkan. Mereka membagi kegilaan itu menjadi dua macam, pertama kegilaan karna gangguan jiwa, kegilaan seperti ini penyelesaiannya cukup di rawat di rumah sakit jiwa.
Kedua kegilaan ilahiyah yaitu kegilaan karena ketuhanan, kegilaan ilahiyah ini sangat inspiratif dan intuitif, dimana pemikiran dan prilaku kesehariannya out of the box, berbeda dengan orang lain yang dianggap normal.
Seperti kegilaan yang dimiliki oleh para Nabi yang di tugaskan sebagai pembaharu, mereka adalah orang- orang yang mendapat ilham dan wahyu untuk melakukan perubahan sosial. Apa yang mereka lakukan adalah suatu kegilaan yang tidak normal, bayangkan disaat orang lain hidupnya enak- enak, sementara mereka malah memikirkan nasib orang itu dan mencari cara bagaimana menata kehidupan mereka yang baik dan beradab.
Mereka selaku objek yang dipikirkan alih-alih berterimakasih , malah menganggap para nabi sebagai
perusak tatanan budaya mereka yang telah lama ada.
Untuk menghadapi semua itu tentunya perlu kegilaan ilahiyah, dan hanya para nabi lah yang bisa melakukannya.
Begitu juga dengan orang-orang tertentu yang mendapat anugerah dan diberikan karomah oleh Allah SWT,
Ketika mereka menyelesaikan suatu masalah, kemudian melalui solusi normal tidak didapat, maka biasanya muncul pemikiran- pemikiran alternatif yang agak ngawur diluar kebiasaan, kemampuan seperti ini tentunya tidak dimiliki oleh orang sembarangan, melainkan oleh orang yang memiliki kegilaan ilahiyah.
Jadi kalau manusia ingin hidup berkembang dan meningkatkan kualitas nya, maka diperlukan kegilaan ilahiyah seperti ini. Apalagi untuk menghadapi kehidupan yang banyak presser dan tantangan, tentu sangat berbeda dengan orang yang kehidupannya hanya mencari aman , perjalanan hidupnya hanya begitu-begitu saja, tidak ada dinamika menarik yang mewarnai kehidupannya.
Selain itu adalagi kegilaan produktif yang lain seperti kegilaan para sastrawan dan budayawan, saat mereka memburu ide dan inspirasi, pada waktu mereka ingin membuatkan puisi yang bagus, maka puisi itu syaratnya harus inspiratif dan ada hal yang baru, kalau puisi nya lurus-lurus saja tentu tidak akan menarik, makanya para sastrawan dan budayawan itu pikiran-pikirannya selalu mengejutkan dan itu adalah kegilaan diluar dari cara berpikir normal.
Lalu bagaimana dengan kebanyakan orang orang yang gila karena gangguan jiwa atau tidak waras, dan berperilaku sangat aneh. Jika dicermati dengan seksama, sesungguhnya orang yang waras pun bisa berperilaku seperti orang yang mengalami gangguan jiwa , bahkan lebih parah dari orang gila yang sebenarnya.
Diantara kegilaan orang waras yang lebih parah dari orang gangguan jiwa adalah , terkadang orang waras menjadi tidak terkendali dalam berbagai hal, seperti dalam urusan jabatan, kehormatan, ketenaran, belanja dan lain-lain, sering kita saksikan ada orang waras yang gila harta, gila jabatan, gila hormat, gila tenar, gila pengaruh, gila mau disebut pintar, gila mau diakui hebat, gila belanja dan gila yang lainya.
Supaya orang waras tidak berperilaku seperti orang gila benaran, maka tidak ada salahnya jika orang waras belajar dan mengambil hikmah dari cerita kegilaan orang gila.
Ada sebuah kisah yang ditulis dalam sebuah buku
“Orang Gila yang Berakal”.
Kisah tersebut terjadi pada zaman Raja Harun Al Rasyid (Dinasti Abbasiyah) yang menggambarkan percakapan antara Raja Harun Al Rasyid dengan Bahlul, seseorang yang kala itu dikenal sebagai orang gila.
Pada suatu hari Raja Harun Al-Rasyid lewat di pekuburan, dilihatnya Bahlul sedang duduk disana.
Berkata Harun Al-Rasyid kepada Bahlul : “Wahai Bahlul, kapan kamu berakal….?”,
Mendengar itu, Bahlul beranjak dari tempatnya dan naik ke atas pohon, lalu dia memanggil Raja Harun Al-Rasyid dengan sekuat suaranya dari atas pohon, : “Wahai Harun yang gila, kapan engkau sadar?”,
Maka Harun Al-Rasyid menghampiri pohon itu dengan menunggangi kudanya dan berkata : “Siapa yang gila, aku atau engkau yang selalu duduk di kuburan….?”.
Bahlul berkata : “Aku berakal dan engkau yang gila”,
Raja Harun Al Rasyid : “Bagaimana itu bisa….?”,
Bahlul : “Karena aku tau bahwa gedungmu (istanamu) akan hancur sementara kuburan ini akan tetap ada, maka aku memakmurkan kuburan, dan engkau memakmurkan gedungmu (istanamu) dan menghancurkan kuburmu, sampai-sampai engkau takut untuk dipindahkan dari gedungmu (istanamu) ke kuburanmu, padahal engkau tahu bahwa kamu pasti akan masuk dalam kubur, maka katakanlah wahai Harun, siapa yang gila diantara kita….?”.
Mendengar ucapan Bahlul tersebut, bergetarlah hati Raja Harun Al Rasyid, lalu ia menangis hingga air matanya sampai membasahi jenggotnya.
Lalu Raja Harun Al Rasyid berkata : “Demi ALLAH engkau yang benar, tambahkanlah nasehatmu untukku wahai Bahlul”.
Bahlul : “Cukup bagimu Al-Qur’an maka jadikanlah pedoman”.
Raja Harun Al Rasyid : “Apa engkau memiliki permintaan wahai Bahlul….? Aku akan penuhi permintaanmu, katakanlah”.
Bahlul : “Iya, aku punya 3 (tiga) permintaan, jika engkau penuhi aku akan berterima kasih padamu”.
Raja Harun Al Rasyid : “mintalah…”
Bahlul : (1) “Tambahkan umurku”.
Raja Harun Al Rasyid : “Aku tidak mampu”,
Bahlul : (2) “Jaga aku dari Malaikat maut”.
Raja Harun Al Rasyid : “Aku tidak mampu”,
Bahlul : (3) “Masukkan aku ke dalam surga dan jauhkan aku dari api Neraka”.
Raja Harun Al Rasyid : “Aku tidak mampu”.
Bahlul : “Ketahuilah bahwa engkau dimiliki (engkau seorang hamba) dan engkau bukan pemilik (engkau bukan Tuhan), maka aku tidak butuh padamu. Engkau sama seperti aku, tidak ada yang bisa engkau lakukan. Engkau bukan siapa-siapa. Kedudukanmu sebagai raja tidak ada gunanya. Segala hal yang Engkau (anggap) kuasai dan miliki, tidak mampu menambah umurku, tidak mampu menjagaku dari kematian, dan tidak mampu memasukanku ke dalam surga. Jadi untuk apa aku terikat denganmu, hanya kepada Allah lah keterikatanku, tempat aku bersandar dan bergantung bukan kepada mahluk ciptaannya seperti dirimu
Sesungguhnya aku adalah orang gila yang waras, sementara kamu adalah orang waras yang gila dengan kekuasaan dan takut dengan kematian.
Raja Harun Al Rasyd pun akhirnya lama berpikir dan termenung seperti orang gila beneran…
Semoga bermanfaat, mudah-mudahan memasuki tahun politik 2024 tidak banyak yang gila apalagi sampai “ngiret kaleng”.(celoteh bangka-red).
( Tim Adhyaksanews )