adhyaksanews.online, Bangka Belitung
Setiap media massa baik di televisi maupun di media sosial youtube, media cetak dan lain-lain selalu mengabarkan tentang penderitaan rakyat Palestina di Gaza termasuk diantaranya anak-anak. Mereka dibantai dengan gempuran bom dan rudal-rudal yang menghancurkan kota Gaza, akibatnya gedung-gedung disekitar dan rumah-rumah tempat mereka berteduh, rata dengan tanah. Kendati peristiwa yang mengenaskan ini terus berlangsung, namun negara-negara Arab yang bertetangga dengan Palestina ataupun Liga Arab tidak berkeming, dan terkesan cuek. Sejatinya, bila negeri tetangga didzolimi tentunya, Negara-negara Arab harus menengahkan atau paling tidak menjadi ‘motor’ penggerak tentara perdamaian di negeri sendiri, seperti negara-negara besar yaitu Arab Saudi, Mesir, Yordania, Qatar, Lebanon dan negara Arab lainnya. Lalu atas peristiwa pelanggaran hak azasi manusia ini, kemanakah Liga Arab,,,,?
Berdasarkan berita dari ANTARA yakni Kementerian Luar Negeri Palestina pada Sabtu (28/10), bahwa Palestina sangat berharap dan meminta pertemuan darurat tingkat menteri Liga Arab untuk membahas eskalasi konflik dengan Israel. Dalam sebuah pernyataan, Juru Bicara Kementerian tersebut mengatakan telah memerintahkan Perwakilan tetap Palestina di Liga Arab untuk meminta pertemuan tingkat menteri. Hal ini dilakukan, akibat tensi memanas yakni “agresi Israel terhadap warga Palestina semakin meningkat”, kata pernyataan itu.
Sementara Pejuang Palestina (Kelompok Hamas) tidak tinggal diam, mereka meluncurkan serangan balasan dengan mengejutkan pada Sabtu terhadap Israel dengan meluncurkan roket. Tidak sampai disitu, Pejuang Palestina ini bukannya takut, justru mereka menyusupkan puluhan pertempuran darat ke kota-kota Israel di dekat Jalur Gaza dengan mengadakan perlawanan-perlawanan sengit. Akibatnya, 300 warga Israel tewas dan 1.500 lainnya terluka, sementara beberapa tentara Israel dan warga sipil ditangkap oleh Hamas dan dibawa ke Gaza.
Lalu atas peristiwa itu, Israel kemudian melakukan serangan balasan, meski menggunakan jet tempur melalui udara ke Jalur Gaza, sehingga menewaskan lebih dari 250 warga Palestina dan melukai 1.778 lainnya, seperti yang dijelaskan Kementerian Kesehatan Palestina.
Kendati Negara-negara Arab menyatakan membela Palestina, seperti negara Mesir dan Yordania, tetapi anehnya mereka dengan tegas menolak memberikan tempat berlindung bagi warga Palestina. Pernyataan itu dikatakan pada rabu (18/10) oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi. Ia mengatakan, bahwa perang yang dikobarkan Israel tidak hanya ditujukan untuk melawan Hamas. Namun menurutnya, perang itu juga ditujukan untuk mendesak warga sipil Palestina berpindah ke Mesir.
Ditambahkan El-Sissi, bisa jadi berpindahnya warga sipil itu bisa mengganggu perdamaian di kawasan Timur Tengah. Sementara itu, sehari sebelumnya Raja Yordania Abdullah II dengan tegas menolak menampung pengungsi Palestina. “Tak ada pengungsi di Yordania, tak ada pengungsi di Mesir,” kata Abdullah dikutip dari Associated Press. Penolakan kedua menurut pemimpin Mesir tersebut didasarkan pada kekhawatiran, bahwa Israel ingin mengusir warga Palestina dari Gaza ke Mesir dan Yordania. Di samping itu, perpindahan warga sipil juga dianggap akan membuat warga Palestina tak lagi meminta didirikannya negara untuk mereka. El-Sissi juga menyebut eksodus secara besar-besaran bakal memunculkan resiko masuknya para militan ke Semenanjung Sinai di Mesir. Karena, apabila para militan itu melancarkan serangan dari Sinai, perjanjian damai antara Mesir dan Israel yang sudah berlaku selama 40 tahun bisa hancur, ungkapnya.
Pada tahun 1948 negara Israel didirikan dan memicu perang dengan negara-negara Arab, sehingga diperkirakan ada 700.000 warga Palestina yang terusir dari wilayahnya. Ironisnya, wilayah tersebut adalah tanah yang saat ini dikuasai Israel. Tak pelak, Warga Palestina menyebut peristiwa yang mengenaskan serta memilukan itu sebagai nakba atau ‘malapetaka’. Anehnya, setelah perang berakhir damai ternyata Israel menolak untuk mengizinkan para pengungsi kembali ke rumah mereka. Selain itu, Israel juga menolak permintaan Warga Palestina untuk mengizinkan kembalinya para pengungsi sebagai bagian dari kesepakatan damai. Israel beralasan, hal itu akan mengancam mayoritas orang Yahudi di sana. Kemudian, pada tahun 1967 ketika Israel berperang melawan negara-negara Arab, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza. Akibatnya, lebih dari 300.000 warga Palestina mengungsi. Kebanyakan dari mereka pergi ke Yordania. Kini para pengungsi beserta dengan keturunan mereka telah mencapai hampir 6 juta. Mereka tinggal di Perkampungan di Tepi Barat, Gaza, Lebanon, Suriah, dan Yordania.
Diaspora warga Palestina bahkan meluas hingga ke negara-negara di Teluk Persia dan ke negara-negara Barat. Dengan demikian, Mesir takut sejarah eksodus itu akan kembali terjadi dan sebagian besar warga Palestina akan tetap tinggal di tempat pengungsian selamanya.
Beberapa hari yang lalu Israel meminta warga Palestina untuk mengevakuasi diri dari wilayah Gaza bagian utara. Karena, Israel diduga akan melancarkan serangan darat ke Gaza Utara. Menurut Israel, warga Palestina akan dibolehkan kembali ke rumah mereka setelah perang berakhir. Akan tetapi, el-Sissi tidak percaya akan pernyataan Israel itu. Ia mengatakan, bahwa perang antara Hamas dan Israel bisa berlangsung hingga bertahun-tahun.
El-Sissi mengusulkan agar Israel mengungsikan warga Palestina ke Gurun Negev hingga perang usai. Karena, Mesir sendiri saat ini sudah menampung sekitar 9 juta pengungsi dan migran. Sebanyak 300.000 di antaranya adalah orang yang sudah menyelamatkan diri dari perang di negaranya.
Negara-negara Arab dan warga Palestina-pun curiga bahwa tidak menutup kemungkinan Israel menggunakan kesempatan itu untuk memaksakan perubahan kependudukan secara permanen. Ada pula kecurigaan bahwa Israel ingin membuat warga Palestina berhenti meminta didirikannya negara di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem bagian timur.
Seperti yang dikutip seorang pakar di Carnegie Endowment for International Peace, H. A. Hellyer bahwa “Semua sejarah yang merujuk kepada fakta bahwa ketika warga Palestina dipaksa meninggalkan wilayah mereka, mereka tidak diizinkan kembali”.
Kapan perang berakhir, sampaikan kapan negeri Yerusalem yang disebut kota tua dan menyimpan banyak bangunan bersejarah serta menjadi tempat suci bagi agama Islam, Kristen dan Yahudi. Kemanakah Liga Arab,? dalam peristiwa Palestina berdarah ini.
( Tim – Adhyaksanews )