Babel, Jum’at (3/11) 2023,
Pada ideologi politik, tertanam rasa nasionalisme dalam diri Bangsa Arab, yakni menegaskan bahwa Arab merupakan satu bangsa. Hal itu dibuktikan pula dengan mempromosikan budaya dan peradaban Arab, merayakan sejarah Arab, mengagungkan bahasa Arab, sastra Arab, dan menyerukan peremajaan masyarakat Arab melalui unifikasi total .Perjanjian ini mendasarkan diri pada premis bahwa masyarakat di dunia Arab mulai dari Samudera Atlantik hingga Samudera Hindia merupakan satu bangsa yang terikat oleh identitas yang sama, mulai dari etnis, bahasa, budaya, sejarah, geografi dan politik.
Salah satu tujuan utama nasionalisme Arab modern adalah menghilangkan pengaruh dunia Barat dari dunia Arab (yang dipandang sebagai “musuh” kekuatan Arab), sehingga tidak menutup kemungkinan dapat menyingkirkan Pemerintahan Arab yang dianggap bergantung pada hegemoni Barat. Bentuk ideologi ini sangatlah mengakar, hal ini akibat dari kebencian Pemberontakan Arab. Sentimen anti-Barat-pun tumbuh ketika kaum nasionalis Arab memusatkan diri pada perjuangan Palestina, mempromosikan pandangan bahwa Zionisme merupakan ancaman nyata terhadap integritas wilayah dan status-quo politik di seluruh kawasan, sehingga otomatis konflik Palestina-Israel secara langsung ada keterkaitan dengan Bangsa Arab. Oleh karenanya, persatuan Arab dianggap sebagai instrumen penting untuk memulihkan bagian bangsa yang hilang ini. Apalagi, peristiwa yang menyedihkan saat ini di negeri para nabi tersebut, yaitu Palestina khususnya jalur Gaza hancur lebur atas pengeboman yang membabi-buta oleh kebiadaban Israel, akibatnya banyak warga Palestina kehilangan nyawa serta menjadi gelandangan tanpa miliki tempat tinggal. Bahkan, saat ini tidak ada lagi sarana dan prasarana listrik, air, jaringan telekomunikasi dan sebagainya, seperti kembali ke ‘jaman batu’. Apakah tragedi Palestina ini bisa mengganggu rasa Nasionalisme Bangsa Arab,,,,? seperti Bangsa Arab masih berjaya pada saat sediakala, mari kita tilik sejarah.
Menurut sumber yang dipercaya, bahwa nasionalisme Arab muncul pada tahun 1920-an, sebagai kekuatan ideologi dominan di dunia Arab bagian timur, yang biasa disebut dengan mashriq. Pengaruhnya terus berkembang pada tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 1950-an dan 1960-an, pada waktu itu yang berperan adalah pemimpin karismatik Mesir, Gamal Abdel Nasser. Beliau memperjuangkan nasionalisme Arab, dan Partai-Partai Politik seperti Partai Ba’ath dan Gerakan Nasionalis Arab. Ia menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mobilisasi, organisasi, dan kegiatan rahasia, ideologi ini-pun tampaknya sedang meningkat di negara-negara Arab yang merdeka. Namun pada akhirnya, pengaruh itu mulai berkurang saat dekade-dekade berikutnya, akibatnya munculah radikalisme Islam yang mengisi kekosongan pada waktu itu. Namun, ideologi tersebut secara keseluruhan mulai menurun di seluruh dunia Arab setelah kemenangan Israel dalam perang Arab vs Israel pada Juni 1967. Israel yang mampu memenangkan Perang Enam-Hari ternyata disebabkan Angkatan Udara negara Zionis tersebut sangat-lah cekatan. Seperti dilansir dari History, pada 5 Juni 1967, Pasukan Pertahanan Israel mengerahkan sekitar 200 pesawat untuk melintasi Mediterania sebelum akhirnya menyerang Mesir dari utara. Serangan tak terduga ini tentunya mengejutkan Mesir, akibatnya 18 lapangan Penerbangan Mesir hancur dan melenyapkan 90 persen pasukan udara Negeri Piramida tersebut. Bisa jadi, atas peristiwa itu secara tidak langsung membuat negara-negara Arab tak berkutik di hadapan Israel. Tidak cukup sampai situ, Israel-pun lantas memperluas jangkauan serangannya dan menghancurkan Angkatan Udara Yordania, Suriah, dan Irak. Tak ayal, Angkatan Udara Israel memenangkan kendali penuh di langit Timur Tengah. Dengan demikian, Mesir yang kala itu sedang melakukan perlawanan Angkatan Darat-nya didesak mundur. Ironisnya, Ketika pasukan Mesir mundur ternyata Zionis Israel bukannya diam, tetapi malah mengejar secara membabi-buta dan menghantam para tentara Mesir sehingga menimbulkan banyak korban jiwa.
Kemudian pada 7 Juni 1967, Israel berhasil merebut kembali Kota Yerusalem. Fase terakhir perang ini terjadi disepanjang perbatasan Timur Laut Israel. Tank dan infantri Israel mulai maju ke wilayah yang dijaga ketat oleh Suriah yang disebut Dataran Tinggi Golan. Pasukaan Yahudi berhasil merebut Golan keesokan harinya. Pada 10 Juni 1967, gencatan senjata yang ditengahi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berlaku dan membuat Perang Enam Hari berakhir. Dalam perang tersebut diperkirakan telah memakan korban 20.000 orang dari koalisi Arab, dan 800 orang Israel. Perang ini membuat para pemimpin negara-negara Arab terkejut. Setelah Perang Enam Hari berakhir, Presiden Mesir langsung mengundurkan diri. Penguasaan wilayah udara Timur Tengah ini benar-benar membuat Israel berada di atas angin dan ‘besar kepala’. Karena kala itu baik negara Mesir maupun Suriah sudah ‘lemah’ dan tidak dapat lagi sepenuhnya mengandalkan pasukan Angkatan Udara mereka, lantaran masing-masing Pangkalan Udara mereka sudah porak-poranda.
Oleh karenanya, menarik peristiwa di atas membuat para Tokoh Nasionalisme Arab dan kelompok terkemuka di negara-negara Arab, diantaranya : Faisal I dari Irak , Gamal Abdel Nasser, Gerakan Nasionalis Arab , Michel Aflaq , Muammar Gaddafi , Saddam Hussein serta Organisasi Pembebasan Palestina dan Partai Ba’ath Sosialis Arab yang dapat mempersatukan kembali bangsa Arab hingga sekarang senyap dan tenggelam bak ‘ditelan bumi’. Kapan negara-negara Arab bangkit dan kembali besar seperti jaman ke-emasan saat sedia kala dipimpin oleh para kholifah dan para sahabat Nabi Muhammad Sallalahu Alai wassalam,,,,?, Wu Allahu alam bissawab.
(Haj-Adhyaksa.News)