Pedagang Pasar Induk Wonosobo prihatin, kemungkinan tidak ada peningkatan omzet sampai dengan Lebaran tahun ini.

Adhyaksanews. Wonosobo — Begitu melihat kemegahan tampak bangunan Pasar Induk Wonosobo, pasti akan terpesona karena sekilas mencerminkan adanya aktifitas sebuah pasar modern yang representatif. Bagaimana tidak. Menempati luas tanah kurang lebih 2 hektar di jantung kota, style bangunannya minimalis modern ini berdiri menjulang terdiri dari 4 lantai. Lantai dasar dilengkapi void (ruang terbuka) sampai dengan rooftop, kanan kiri dilengkapi dengan 3 buah lift.

Menelusuri lantai demi lantai, awalnya akan disuguhi aktifitas jual beli yang cukup ramai di lantai dasar dengan jenis dagangan antara lain gerabah, sembako, daging, sayur, roti, snack dan bumbon. Lantai dasar dikelilingi selasar tetapi dipenuhi pedagang campuran yang lebih mirip pedagang kaki lima karena menempati sebagian ruang selasar yang mestinya berfungsi untuk pedestrian, alhasil menjadi kurang nyaman dan menyulitkan flow pengunjung atau pembeli.

Untuk mencapai ke lantai dua dihubungkan dengan tangga yang cukup lebar, jenis dagangannya pun masih ditemui roti, buah, sepatu sandal, gerabah dan pakaian. Di lantai tiga banyak digelar dagangan seperti sembako, kerajinan alat2 dapur, aksesori, klitikan, gaman dan tukang cukur. Sedangkan di lantai 4 didominasi berbagai macam kuliner, aneka jajanan serta ruang terbuka untuk parkir roda 2 dan roda 4. Penataan Los, Kios dan lorong-lorong di Pasar Induk Wonosobo didesign oleh Konsultan dengan harapan nantinya dapat merubah suasana yang dulu seperti pasar tradisional akan menjadi pasar modern.

Ternyata dengan tata ruang yang bagus dan rapi ini tidak serta merta mampu menyedot pembeli untuk berbelanja dan berujung pedagang meraup untung tetapi justru sebaliknya lengang dan sepi pembeli. Ini dirasakan oleh hampir sebagian besar pedagang yang mulanya menaruh harapan setelah pasar direnovasi akibat kebakaran pada tahun 2014. Awak media mencoba mengulik info dari beberapa pedagang apakah yang menyebabkan Pasar Induk Wonosobo ini sampai dengan sekarang belum terlihat menggeliat, masih jalan ditempat dan tidak menunjukan adanya peningkatan jumlah pengunjung dan pembeli.

Mbak Indri pedagang roti di lantai 2, mengaku untuk menghadapi bulan Ramadhan sudah menambah stok dagangannya sejak 2 minggu sebelum masuk bulan puasa. Sampai dengan berita ditulis, pembelinya masih stagnan belum dirasa ada peningkatan. “Kalau dagangan roti sangat berpengaruh dengan tingkat keberhasilan panenan para petani juga. Musim panen petani yang berhasil akan berdampak langsung dengan omzet penjualan roti. Karena disusuli banyaknya orang yang mengadakan hajatan, pengajian2, acara ritual desa dan lain lain. Diluar itu menjelang lebaran, biasanya omzet kami juga ikut naik,” jelasnya.

Sebaliknya Pak Ardin, pemilik toko kasur di lantai 2 dalam menghadapi momen bulan Ramadhan, tidak ada yang istimewa karena kondisi pasar biasa biasa saja. Sehingga dia memutuskan tidak menambah stok karena tidak ada pembeli. Belanja online menjadi salah satu penyebab lesunya pembeli, saya berharap Pemerintah membatasi sistem belanja online. “Pasar induk Wonosobo ini tidak proporsional karena terlalu banyak lantai sehingga tidak efektif. Coba di cek banyak lost kios yang dikosongkan oleh pemiliknya karena seharian lengang tidak ada pengunjung. Untuk menarik pengunjung dan pembeli dilingkungan Pasar Induk mohon ditambahkan misalnya di lantai 4 ada tempat hiburan dan mainan anak2,” itu harapannya.

Salah satu penjual sayur, Pak Supri berpendapat, “Sekarang tidak berani ambil resiko stok sayur. Kondisi seperti sekarang berani stok barang sama saja bunuh diri, lebih baik kulakan mendadak. Pasar pagi juga berpengaruh pada pendapatan para pedagang yang berjualan didalam pasar. Sekarang menurut saya, apakah pasar pagi dapat berkontribusi terhadap PAD seperti halnya pedagang di dalam Pasar Induk,” tegasnya.

Iwan pedagang pakaian di lantai 2, mengaku diawali dari adanya pandemi Corona omzetnya terjun bebas menurun drastis sampai hari ini. Dulu sebelum pandemi cakupan dagangannya melayani sampai dengan tingkat kecamatan. Sedangkan sekarang pasar Kecamatan semakin besar dan semakin lengkap dan langsung disasar oleh agen maupun distributor barang. Iwan mengatakan “Orang bilang daya beli masyarakat menurun, sebetulnya tidak. Yang menurun itu orang sudah malas untuk berkunjung dan belanja ke pasar karena pasca pandemi ternyata pembelian lewat online lebih nyaman dan memanjakan pembeli. Setelah corona, belanjanya tidak kembali lagi ke pasar tetapi justru terbiasa dengan pasar online dengan fasilitas COD, free ongkir, diskon dan lainnya.” keluhnya.

Sudarman seorang pensiunan ASN yang sudah berjualan sepatu sandal sejak tahun 1985 dan mengalami kebakaran pasar 4 kali sampai hari ini masih tetap eksis walaupun pendapatannya menurun terus dari tahun ke tahun tetapi relatif masih ada pembelinya walaupun tidak sebanyak seperti kondisi ketika sebelum ada pandemi. “Dulu ya kalau mendekati bulan Ramadhan seperti ini pasar itu prepegkan, ramai sekali transaksi jual belinya. Sekarang kondisi seperti itu sudah sulit ditemui, kami hanya bisa pasrah, dijalani seberapapun hasilnya” lagi lagi mengeluh.

Dari fakta di lapangan, sepertinya cukup sulit untuk menghidupkan kembali masa kejayaan Pasar Induk Wonosobo. Menelusuri lorong-lorong di lantai 3 masih banyak kios yang dibiarkan kosong membisu, yang ada hanya tulisan nama pemiliknya.

Tingkat hunian kios di lantai 3 diperkirakan hanya sekitar 30% artinya sisanya kosong tetapi anehnya banyak ruang yang sebetulnya tidak diperuntukkan untuk berjualan malahan bermunculan, seperti di sepanjang selasar. Kenapa ini bisa terjadi?

Status kepemilikan kios oleh Pemerintah Daerah hanya diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) dengan syarat bahwa pedagang tidak dapat menjual belikan atau menyewakan kiosnya. Pemilik kios diwajibkan untuk menggelar dagangannya, apabila tidak digunakan dalam jangka waktu 6 bulan mestinya ada finalti diambil alih oleh Pemerintah Daerah.

Kondisi fisik gedung pasar kenyataan dilapangan ketika hujan masih banyak dijumpai beberapa titik kebocoran, yang menimbulkan bercak lumut di dinding. Ditambah lagi akses jalan menuju area parkir lantai empat masih didapati air yang menggenang di lantai tiga. Hal seperti ini menambah kesan kumuh dan tidak ada perawatan gedung.

Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Perdagangan Koperasi UKM, mestinya peduli dengan kondisi pasar seperti ini, bagaimana cara untuk mengungkit jumlah pengunjung dan pembeli agar suasana Pasar Induk Wonosobo dapat kembali normal kembali. Sementara ini antara pemilik kios dan pembeli seperti saling menunggu, pemilik kios ada kekuatiran apabila memulai usahanya akan sia-sia karena tidak ada pembeli. Sebaliknya pengunjung enggan ke pasar karena melihat kondisi pasar yang sepi dan banyak kios kosong serta bangunan yang tidak terawat.

Kalau situasi dibiarkan seperti itu maka keinginan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Pasar Induk Wonosobo pasca kebakaran pada tahun 2014 menjadi sebuah pasar modern yang mampu menjadi sentra perekonomian daerah akan jauh panggang dari api. (WP)

Pos terkait

banner 728×90 banner 728×90 banner 728×90

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *