adhyaksanews.online, Babel
oleh Marwan Alja’fari.
Pada pagi jumat tanggal 22 juli 2022, tepat nya satu tahun yang lalu,saya diminta oleh ibu ultra tistawati binti Saparudin, untuk memberikan kata sambutan mewakili keluarga atas pernikahan anaknya bernama Liyana binti Heriyanto asal Sungaiselan dengan Fikri bin Junaidi asal parit lalang Pangkal Pinang.
Tempat pernikahannya di rumah kediaman orang tua liyana yang beralamat di Gang Gunung mangkol Sungailiat. Ada suatu hal yang menarik dari peristiwa ini, sepertinya memang sudah di takdirkan, karna semacam ada kait-kaitannya atas kejadian ini.
Hal ini menjadi bahan renungan bagi saya untuk dituangkan dalam suatu tulisan.
Di Pangkalpinang ada Gunung Mangkol, di Sungailiat ada gang gunung mangkol, dan rumah- rumah di gang gunung mangkol, 80% penghuninya adalah orang – orang dari Sungaiselan.
Kemudian di tempat ini terjadi pertemuan peristiwa yang sangat sakral dan bersejarah. Seorang Pria ganteng bernama Fikri bin Junaidi yang rumah nya terletak di Parit Lalang dekat kaki Gunung Mangkol Pangkal pinang, mempersunting gadis cantik Liyana asal Sungaiselan yang rumahnya terletak di gang Gunung Mangkol Sungailiat.
Pernikahan kedua insan ini terjadi di Gang Mangkol Sungailiat.
Kalu kita lihat secara sepintas, peristiwa ini seperti terjadi pernikahan antara Gunung dan Sungai, kemudian yang menjadi saksi pernikahan nya adalah sungai yang lain yaitu Sungailiat.
Kejadian ini membuat saya tertarik untuk menggali tentang makna yang ada pada Gunung dan Sungai .
Kalau kita gali dan pelajari sifat yang ada pada gunung, barangkali kita sering menonton acara wayang kulit di TV. Wayang merupakan sarana bercerita masyarakat jawa yang cukup ampuh kepada masyarakat luas. Biasanya wayang menceritakan sisi kehidupan manusia yang hikmahnya dapat diambil oleh penonton. Sebelum memulai suatu pertunjukan biasanya dalang akan mengeluarkan gunungan atau kayon. Sepertinya tak banyak dari kita yang mengetahui jika gunungan wayang sangat sarat makna. Sebagai generasi yang akan mewarisi kekayaan budaya Indonesia, sangat bijaksana jika kita mengetahui makna dari gunungan tersebut. Gunungan pada wayang kulit berbentuk kerucut (lancip ke atas) melambangkan kehidupan manusia. Semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia manusia, maka haruslah semakin mengkerucut, manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan kita. Artinya semakin tua manusia, hendaklah semakin dekat kepada sang pencipta.
Disisi lain gunung juga memiliki sifat menyerap air hujan kedalam dirinya, setelah diserap, ia aliri ke Daerah-daerah Aliran Sungai (DAS).
Saya jadi terpikir, jangan- jangan, air yang ada di kaki gunung mangkol merupakan hulunya sungai disungaiselan, yang mengalir melewati sungai di lampur, sungai ginok, sungai selan terus sampai kemuara (kualo), lalu menelusuri tepi- tepi pingir laut kemudian tiba ke Tanjung Tedung (Tanjung Pura), dalam rangka memberikan kehidupan dan kesejahteraan.
Berikut nya bagaimana manfaat dari sungai itu sendiri.
Jika kita ingin memiliki peranan penting dalam masyarakat, maka belajarlah sebagaimana air sungai.
Coba kita renungkan apa yang membuatnya begitu berarti.
Air sungai yang mengalir dapat menyuburkan tanah sekitar, menumbuhkan tanaman dan menghasilkan buah , ini mengajarkan pada manusia, agar kita senantiasa berusaha untuk memberikan manfaat, melayani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka. hal ini,selaras dengan hadis Nabi,
“Khairu an naas anfa’uhum li an naas”, artinya , sebaik- baik manusia, adalah mereka yang banyak memberikan manfaat bagi manusia yang lain”.
Air sungai memiliki sifat selalu mengalir tanpa mengharapkan perhatian dan pujian dari orang lain, berbeda dengan sifat air kolong, ia tidak mau mengalir tapi selalu ingin tampil di panggung dan minta perhatian orang lain, terkesan ada sifat taipau dan sombong, tapi air sungai tidak seperti itu, dirinya jauh dari sifat ria’. Orang mau melihat apa tidak, mau memuji atau tidak, baginya tidak ada urusan, ia akan tetap mengalirkan kebaikan untuk menumbuhkan sawah, tanaman pertanian dan perkebunan masyarakat, dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Akan tetapi, ditengah- tengah kebaikan yang ia berikan, balasan yang ia terima malah dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah, dia harus menampung segala kaleng bekas bahkan kotoran yang dibuang manusia kepadanya, tapi ia tetap terima selama masih wajar. Disini ia ingin mengajarkan kepada kita, bahwa dalam hidup ini harus siap menerima masukan dan kritik dari orang lain, walaupun sangat menyakitkan tapi harus di hadapi dengan tabah, tenang dan objektif.
Begitu banyak air sungai ini mendatangkan kebaikan bagi lingkungannya. Tetapi bila habitat tempatnya, air sungai ini singgah, dan tempat air sungai bermain, dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, maka diapun bisa marah, dia akan murka, dan akan memanggil bantuan temannya berupa hujan deras yang turun dari langit, kemudian dia akan bikin banjir serta menerjang segala yang dilaluinya, maka bencana dan malapetakapun akan terjadi. Ternyata, Air sungai ada saatnya ia bersikap lembut, namun juga, ada kalanya ia bersifat tegas.
Begitu banyak hal yang bisa kita pelajari dari air sungai, tak salah bila air sungai menjadi sifat yang disebutkan, selalu berdampingan dengan surga , pernyataan ini telah di abadikan sebanyak 40 ayat dalam al Quran.
Salah satunya dalam surat Al Baiyinah ayat 7. “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya “.
Jika sungai dinyatakan selalu berdampingan dengan surga nya Allah, lalu bagaimana dengan gunung. Rupanya gunung juga, sering dikatakan sebagai simbol nya surga, oleh para pendaki dan penziarah yang sampai kepuncak gunung. Mereka mengibaratkan, saat berada dipuncak gunung, seakan-akan diri mereka bagaikan sedang berdiri diatas surga, karna keindahan alam nya yang begitu luar biasa, apalagi di bawah nya terlihat ada sungai-sungai yang sedang mengalir di lembah gunung.
Subhanallah,
inilah tanda- tanda kebesaran dan kekuasaan tuhan bagi mereka yang mau berpikir.
Kembali ke masalah pernikahan, saya mengucapkan, Syukur Alhamdulillah …
karna bisa hadir pada saat acara pernikahan dua insan ini.
Sungguh ini suatu peristiwa pernikahan yang luar biasa, karna telah terjadi perpaduan antara potensi gunung dengan potensi sungai, yang dimiliki oleh adinda Fikri bin Junaidi dan adinda Liyana binti Heriyanto.
Kami yang hadir disitu merasa yakin, hasil perpaduan dua kekuatan, antara gunung dan sungai ini akan melahirkan keturunan generasi- generasi penerus yang kuat serta tangguh dan berguna bagi agama, bangsa dan negara, sebagaimana kebaikan-kebaikan yang pernah diwariskan oleh gunung dan sungai kepada kita semua.
Akhirnya saya dan para undangan yang hadir mengucapkan, “Selamat melaksanakan akad nikah dan selamat menempuh hidup baru kepada adinda fikri dan adinda Liyana”. Semoga kalian menjadi Keluarga yang SAMAWA. Keluarga yang selalu berdampingan seperti berdampingannya Surga dan Sungai, menjadi keluarga yang saling mencintai karna Allah, saling menyayangi karna Allah dan saling mengasihi karna Allah, Kalau semua sudah karena Allah. Insyaallah, Allah akan meridhoi keluarga anda berdua.
Kami yang hadir pada acara ini, akan ikut pula merestui serta mengiringinya dengan doa,…
“Barakallahu laka wa baraka alaika wa jama’a bainakuma fi khoir”.
Artinya; “Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu serta keberkahan atasmu dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.
Amiiin.
Wartawan Adhyaksa.news
(Tarmizi Yazid)